TIMIKA, TimeXKonstruksi smelter (pabrik pemurnian) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) rencananya dimulai pada kuartal kedua tahun 2020 mendatang. "Saat ini masih dalam tahap pemadatan tanah, karena lokasinya bekas rawa yang ada di Gresik, Jawa Timur," kata Riza Pratama, Vice President (VP) Corporate Communication (Corcom) PTFI saat jumpa pers di Resto Cenderawasih 66, Senin (2/12).
MANAGEMEN-Sejumlah pimpinan managemen Freeport (kika) Yohanes Bewahan,Manager Economic Development PTFI, Govert Waramori Manager Community Health Development, Claus Wamafma,SVP Community Development & Social Responsible, Riza Pratama,VP Corporate Communications PTFI, Arnold Kayame,VP Community Relations, Ricky Komul Manager Community Institutions, dan Kerry Yarangga,Manager External Affairs PTFI
Konstruksi smelter (pabrik pemurnian) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) rencananya dimulai pada kuartal kedua tahun 2020 mendatang.
“Saat ini masih dalam tahap pemadatan tanah, karena lokasinya bekas rawa yang ada di Gresik, Jawa Timur,” kata Riza Pratama, Vice President (VP) Corporate Communication (Corcom) PTFI saat jumpa pers di Resto Cenderawasih 66, Senin (2/12).
Ia menuturkan nantinya smelter Freeport akan menjadi smelter tembaga terbesar di dunia.
Smelter PTFI kini dibangun di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur, diatas lahan seluas 100 hektare.
Smelter yang akan mengelola 2 juta ton konsentrat ini membutuhkan dana investasi sekitar 2,8 miliar dolar AS, dan ditargetkan akan beroperasi pada 2022.
Dimana smelter tersebut akan menghasilkan produk hilir diantaranya adalah 550 ribu ton per tahun katoda tembaga.
Selain itu menghasilkan terak, gipsum dan lumpur anoda dalam jumlah yang banyak pula setiap tahunnya.
Smelter tersebut akan menghasilkan produk utama sebesar 30 hingga 40 ton emas per tahun.
Menurut Riza, setelah resmi menganut Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan divestasi 51 persen serta jaminan standar pajak dan hukum hingga 2041, semuanya dilaksanakan sesuai komitmen bersama pemerintah.
Dijelaskan pula, adanya pertimbangan pembangunan smelter disekitar kawasan industri hilir, seperti pabrik pupuk dan semen, ini dimaksudkan agar limbahnya langsung terserap.
“Dengan pertimbangan ekonomi dari nilai investasi 2,8 miliar US Dollar, mengingat biaya pengelolaan limbahnya mahal yaitu 40 persen dari nilai investasi, sehingga tidak dibangun di Papua. dan kita juga tidak mau banyak limbah di Papua,” ujarnya.
Selain itu, dari serapan tenaga kerja, jika Freeport termasuk proyek padat karya, kalau smelter butuh tenaga yang high skill, dimana jumlah pekerjanya hanya kisaran 500 orang. (vis)