Businesstoday.id, Jakarta – Restrukturisasi ribuan pegawai PT Krakatau Steel bukan hal yang mengejutkan bagi ekonom senior DR Rizal Ramli. Sebab, jauh sebelumnya dia pernah memprediksi hal tersebut akan terjadi.
Secara logika, kata Rizal Ramli, infrastruktur yang dibangun secara menggebu-gebu selama 4,5 tahun terakhir seharusnya memberi keuntungan bagi PT KS untuk memperluas penjualan. Tapi hal tersebut tidak terjadi.
Sebaliknya, PT KS kini dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka merugi dan harus melakukan restrukturisasi pegawai dengan jumlah mencapai ribuan.
Hal ini terjadi, sambung Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu, lantaran Indonesia kebanjiran impor baja dari negeri China. Di mana harga jual baja tersebut didumping, sehingga membuat produsen lokal kewalahan.
“Dan aturan impornya dipermudah oleh Menteri Perdagangan (Enggartiasti Lukita). Tidak aneh KS merugi,” kata pria yang akrab disapa RR itu dalam akun Twitter pribadi sesaat lalu.
Setahun lalu, RR sudah memprediksi hal tersebut. Dia bahkan memberi solusi agar pemerintah mengenaikan anti dumping tarif sebesar 25 persen.
Usulan itu disampaikan karena RR melihat restrukturisasi utang KS saja tidak cukup untuk menyelamatkan perusahaan plat merat tersebut. Langkah itu sebatas membuat utang lebih aman, tapi di satu sisi tidak akan berdampak pada tingkat penjualan.
Sementara pengenaan tarif anti dumping bisa membuat China mengerem pengiriman produk bajanya. Sebab, kini China memang tengah mengalami kelebihan kapasitas dalam industri baja. Mereka sangat ingin merealokasi pabrik baja bekas ke Indonesia.
“Eh.. malah diberi bebas pajak 30 tahun oleh Menteri Keuangan “Terbalik”. Cerdas nggak itu?” tanya RR sambil memberi emotikon tertawa.
Saran mengenai pengenaan tarif anti dumping pernah disampaikan RR pada September 2018 lalu, Indonesia Business Forum yang disiarkan TV One. RR datang sebagai pembicara dalam acara yang mengangkat tema “Pajak Impor Naik, Rupiah Kuat?”.
Jauh sebelumnya, mantan Menko Kemaritiman itu juga pernah mengingatkan berkali-kali kepada pemerintah untuk tidak fokus kepada pengurangan impor yang hanya berdampak kecil bagi pemasukan negara. Kala itu, dia mengkritik kebijakan pengurangan impor 1.147 komoditas.
Rizal menyebut kebijakan itu sebagai pengurangan impor “sing perintil”. Sebab, meski terlihat banyak tapi dampak yang diberikan terlalu kecil.
Pria yang akrab disapa RR itu mendesak pemerintah untuk fokus pada pembatasan impor besar yang membanjiri Indonesia dan merugikan perusahaan lokal, seperti impor baja dari China. Namun semua prediksi dan usulan RR itu diacuhkan sehingga yang terjadi seperti saat ini. Demikian, seperti dikutip Rmol.co. (*)