a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Kronologi Larangan Ekspor Nikel, Kenapa Luhut Menggebu-Gebu?

Kronologi Larangan Ekspor Nikel, Kenapa Luhut Menggebu-Gebu?
Jakarta, CNBC Indonesia- Isu pelarangan ekspor bijih nikel membuat gempar dalam dua pekan terakhir. Kebijakan yang semula baru berlaku pada 2022, tiba-tiba dipercepat dan direncanakan berlaku pada Oktober mendatang.

Larangan ekspor bijih nikel berkadar rendah ini memang diatur dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009, dalam aturan disebut larangan berlaku pada 2022 untuk kadar nikel kurang dari 1,7%. Ini ditujukan agar para penambang dan investor memiliki waktu persiapan yang cukup membangun smelter sebelum bisa mengolah penuh komoditas tersebut.



Kabar percepatan larangan ini datang pertama kali dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan pada 12 Agustus 2019. Alasannya, ia yakin stok nikel dari larangan ekspor masih bisa diserap dalam negeri oleh smelter yang kini beroperasi.

Ia menegaskan tujuan utama pelarangan ekspor adalah untuk menggenjot hilirisasi. Luhut memberi contoh bijih nikel seharga US$ 36 bisa naik nilainya menjadi US$ 100 jika ditingkatkan menjadi ferro nikel dan metal untuk jadi bahan stainless steel.

Sejak saat itu, kontroversi pelarangan ekspor bijih nikel itu pun bergulir sampai saat ini. Kementerian terkait memiliki pandangan tersendiri soal kebijakan ini.



Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita masih keberatan atas wacana ini. Ia mengatakan ekspor Indonesia bisa terdampak larangan ekspor bijih nikel (ore). Bahkan, lanjutnya, ekspor senilai US$ 4 miliar atau setara Rp 56,7 triliun dapat terganggu dengan kebijakan tersebut.

Namun, ia paham, rencana tersebut bertujuan untuk mendorong hilirisasi mineral dalam negeri. Apalagi larangan ekspor mineral mentah juga telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Di waktu yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot malah menekankan kebijakannya belum ada perubahan. Artinya larangan ekspor bijih nikel baru berlaku pada 2022 mendatang.

Tapi lagi-lagi, Menteri Luhut yang paling menggebu-gebu soal larangan ekspor nikel ini. "Tunggu aja ya kapan diumumkan. Intinya itu kira akan hilirisasi semua. Kita akan percepat," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Kronologi Larangan Ekspor Nikel, Kenapa Luhut Menggebu-Gebu?Foto: Menko Maritim Luhut Pandjaitan melakukan peletakan baru pertama, pembangunan perusahan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) pada hari Kamis (30/8). (dok. Kemenko Maritim)


Luhut pun berbicara mengenai kesiapan Indonesia mengenai rencana tersebut. Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu mengklaim industri dalam negeri bisa menyerap nikel.


Kronologi Larangan Ekspor Nikel, Kenapa Luhut Menggebu-Gebu?Foto: Menko Maritim Luhut Pandjaitan bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, melakukan peletakan baru pertama, pembangunan perusahan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) pada hari Kamis (30/8). (dok. Kemenko Maritim)

"Bisalah kita. Gak ada masalah. Sangguplah kita. Yang masih bangun smelter, ya bangun. Yang udah bisa menyerap, ya menyerap. Gak ada masalah," tegasnya.

Menteri ESDM Ignasius Jonan sendiri menyerahkan kebijakan ini ke tangan presiden. Presiden masih sedang mempertimbangkan, mau hilirisasi (nikel) ini dipercepat atau tidak," kata Jonan kepada CNBC Indonesia di Tembagapura, Minggu (18/8).

Jonan menegaskan soal kemungkinan bisa atau tidak adanya percepatan larangan ekspor bijih nikel, ia mempersilakan tanya ke Presiden Jokowi langsung. Namun, ia menegaskan saat ini ketentuan ekspor bijih nikel belum ada perubahan.

"Ini kan masih didiskusi, ikuti peraturan yang sudah ada saja. Saya nggak tahu silakan tanyakan ke presiden,"katanya.

Perlu diketahui sampai dengan 2018, smelter yang sudah bisa beroperasi baru separuh dari target pemerintah yang sebanyak 57 smelter, atau baru ada 27 smelter yang sudah bisa beroperasi

Kementerian ESDM saat ini terus mengejar target hilirisasi mineral melalui pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter). Seiring dengan berakhirnya masa relaksasi ekspor komoditas mineral mentah yang harusnya di 2022, ditargetkan akan ada 57 smelter yang sudah beroperasi dalam waktu 3 tahun lag
i.