Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten tambang nikel mulai merespons rencana pemerintah yang mempercepat larangan ekspor dari semula awal tahun depan menjadi akhir Oktober.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mendukung inisiasi pemerintah mempercepat pelarangan ekspor bijih nikel yang semestinya baru akan berlaku pada 2022. Sebetulnya, usulan ini sudah mengemuka sejak 2014 lalu.
Chief Financial Officer Vale Indonesia Bernardus Irmanto menyebut, larangan ekspor nikel pada prinsipnya untuk menarik investasi smelter di dalam negeri sehingga dapat menghasilkan produk ekspor yang memiliki nilai tambah.
"Vale menyambut kebijakan pemerintah. Aturan ini tidak pengaruh ke kinerja karena Vale tidak pernah mengekspor biji mentah," ungkap Bernardus kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/11/2019).
Harus diakui, berlakunya aturan ini dalam jangka pendek akan berdampak pada kontraksi dari sisi penerimaan ekspor nikel. Apalagi, Indonesia masih punya pekerjaan besar menyelesaikan defisit transaksi berjalan.
"Pemerintah sudah melakukan hal yang tepat walaupun dalam jangka pendek akan muncul dampak terhadap penurunan nilai ekspor tambang. Tapi kalau smelter dan industri hilir dari sektor pertambangan bisa didorong, manfaatnya akan jauh lebih besar," ucap Bernardus.
Baca: Luhut akan Wakili Jokowi di China untuk Tugas Khusus
Sementara itu, emiten pengolah logam mineral dan tambang lainnya, PT Trinitan Metals and Minerals Tbk (PURE) menilai, keputusan pemerintah melarang ekspor nikel sebagai upaya hilirisasi komoditas ekspor nikel nasional.
"Dipercepat atau tidak sebenarnya kan tetap berlaku 1 Januari 2020. Yang dilarang itu ekspor bijih nikel dengan kadar kurang dari 1,7%," kata Deputy Director PT Trinitan Metals & Minerals, Andika Vidiarsa dalam keterangan pers, Selasa (5/11/2019).
Menyiasati larangan tersebut, perusahaan akan membuka peluang kerjasama dengan penambang atau pemilik IUP (Ijin Usaha Pertambangan) yang terkena dampak dari larangan ekspor yang akan berlaku 1 Januari 2020.
"Kita harapkan pemerintah akan menata road map tata niaga perdagangan nikel domestik, supaya saling menguntungkan bagi semua pihak, baik penambang maupun pengusaha smelter," tandasnya. (hps/hps)