Larangan Ekspor Nikel Dipercepat, Emiten Pangkas Target Laba
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten tambang nikel yang baru tercatat di papan Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Ifishdeco Tbk (IFSH) menurunkan proyeksi laba bersih tahun 2020 lantaran adanya kebijakan percepatan larangan ekspor bijih nikel pada awal tahun depan.
Direktur Keuangan Ifishdeco, Ineke Kartika Dewi menjelaskan, perseroan mengubah proyeksi menjadi lebih konservatif pada tahun depan dengan target perolehan laba bersih Rp 134 miliar dari target yang ditetapkan tahun ini Rp 180 miliar.
"Penurunan laba disebabkan sehubungan kebijakan terkait penghentian ekspor nikel yang seharusnya jatuh 1 Januari 2022 namun diubah jadi 1 Januari 2020," ungkap Ineke Kartika Dewi di Gedung BEI, usai seremoni pencatatan perdana saham perseroan, Kamis (5/12/2019).
Padahal, bila mengacu pada aturan yang lama, perseroan menargetkan proyeksi laba bersih tahun 2020 akan mengalami peningkatan 7%. "Kami mengubah proyeksi menjadi konservatif menjadikan ada penurunan profit," katanya.
Meski demikian, Ifishdeco akan tunduk pada regulasi pemerintah mengenai dorongan bagi perusahaan tambang nikel untuk melakukan hilirisasi di dalam negeri sehingga nantinya bijih nikel akan diolah untuk menghasilkan produk feronikel (FeNi) sehingga memiliki nilai tambah.
Sebab itu, perusahaan saat ini juga memiliki fasilitas pemurnian (smelter) yang sudah berproduksi dan sedang dalam proses menambah kapasitas.
Pada tahun ini, perseroan menargetkan pendapatan Rp 1,2 triliun. Per Januari hingga September 2019, perolehan pendapatan sudah mencapai 60% dari target.
Pada tahun depan, perusahaan tambang bijih nikel dengan lokasi penambangan di Sulawesi Tenggara ini membidik pendapatan sebesar Rp 1,5 triliun.
Saat debut perdana, harga saham Ifishdeco, terpantau menguat 47,73% ke level Rp 650 per saham dari harga penawaran umum Rp 440 per saham.
Perseroan melepas 425 juta saham baru, atau setara dengan 20%. Dengan demikian, dari gelaran IPO ini, perseroan meraup dana Rp 187 miliar.