Luhut Beberkan Syarat Ketat bagi Investor untuk Tanam Modal di RI
VIVA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan meskipun pemerintah membuka peluang yang sangat lebar bagi para investor untuk berinvestasi di Indonesia, namun dipastikan tidak semua akan diterima begitu saja.
Dia menjelaskan, siapa pun yang ingin berinvestasi di Tanah Air, maka dia harus menyepakati sejumlah aturan praktis yang harus disetujui dan dilakukan.
"Aturan praktis untuk investasi Indonesia itu terdiri dari, yang pertama, harus menggunakan teknologi yang ramah lingkungan," kata Luhut dalam telekonferensi, Kamis, 1 Oktober 2020.
Luhut menekankan, kepatuhan terhadap hukum mengenai lingkungan serta standar lingkungan regional dan global adalah suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh para calon investor.
Kemudian yang kedua, berkomitmen untuk mendidik tenaga kerja lokal agar memiliki keterampilan yang memadai, sesuai sektor yang diinvestasikan oleh para penanam modal tersebut. "Kami mengharapkan investor untuk dapat mendidik tenaga kerja lokal, sehingga mereka dapat memegang peran kunci di masa depan," ujarnya.
Baca juga: Luhut: Undang-undang Omnibus Law Keluar Setelah Tanggal 6 Oktober
Lalu yang ketiga, lanjut Luhut, langkah melakukan transfer teknologi merupakan faktor penting dalam tata laksana investasi itu sendiri. Selain itu, bantuan pengembangan kapasitas untuk masyarakat di sekitar wilayah yang menjadi objek investasi itu juga tidak kalah penting untuk dilakukan oleh para investor tersebut.
"Dan sekarang ini sebagiannya sudah jalan, seperti misalnya di Morowali, Konawe, itu semua sudah berjalan sesuai aturan," kata Luhut.
Kemudian yang keempat adalah terciptanya nilai tambah industri. Pemerintah Indonesia akan memprioritaskan investor yang mau turut membantu dalam memberikan nilai tambah, khususnya dalam mengolah sumber daya mineral.
"Maka tak boleh lagi ada yang seperti Freeport, di mana dia hanya gali, gali, gali terus, tapi kemudian langsung diekspor material mentahnya. Itu tidak bisa lagi seperti itu," ujar Luhut.
"Jadi nilai tambahnya harus ada untuk Indonesia, misalnya melalui keharusan pengadaan smelter. Karena smelter itu mempunyai nilai tambah turunan yang jauh lebih bermanfaat untuk Indonesia," ujarnya. (ase)