Luhut, Prabowo & Mineral Berharga Bernama Rare Earth
Jakarta, CNBC Indonesia - Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menerima Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Senin (15/6/2020) petang. Pertemuan di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi tersebut sempat menyimpan misteri.
Pasalnya, baik Luhut maupun Prabowo memilih irit bicara terkait pertemuan yang berlangsung sekitar 1,5 jam tersebut. Luhut sempat ditanya awak media, namun tidak banyak cerita yang diungkap.
Luhut memilih menyampaikan jawaban yang terkesan asal namun sopan, seperti hanya makan saja dengan Prabowo. Ketika ditanya lagi mengenai konten pembicaraan, dia juga masih enggan buka-bukaan.
"Masa mau diberi tahu kamu," katanya sambil tersenyum ramah, kepada pewarta yang mencoba menghampirinya saat itu.
Namun, Luhut sempat menyinggung new normal atau kenormalan baru yang belakangan diapungkan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19.
"Ya selamat masuk new normal," ujarnya.
Sementara itu secara terpisah, Prabowo sama sekali tidak berkomentar terkait pertemuannya dengan Luhut. Ia hanya melambaikan tangan saat ditanya para pewarta yang sudah menunggu.
Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi ketika dikonfirmasi CNBC Indonesia, Selasa (16/6/2020), mengaku tidak mengikuti pertemuan itu. Namun dia memastikan bahwa tidak ada orang lain yang ikut dalam pertemuan tersebut.
"Saya juga tidak ikut ataupun mendapat info dari Pak Luhut mengenai pembicaraannya dengan Pak Prabowo. Pertemuan empat mata," kata Jodi.
Baca: Rekor! Pagi Ini Harga Emas Tertinggi 2020, Sudah Cuan 15,8%
Bicarakan Rare Earth untuk Senjata
Misteri pembahasan kedua mantan prajurit Kopassus ini akhirnya terungkap sepekan kemudian. Pada Senin (22/6/2020), Luhut akhirnya buka suara di hadapan anggota DPR.
"Kita dari tin (timah), kemarin saya bicara dengan Menhan [Menteri Pertahanan Prabowo Subianto], tin itu kita juga bisa ekstrak, dari situ rare earth [tanah jarang]," kata Luhut dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (22/6/2020).
Menurut Luhut, rare earth merupakan salah satu komponen penting untuk pembuatan senjata. Namun, harga logam itu ditentukan di Singapura.
"Kenapa harga rare earth mesti ditentukan di Singapura? Kenapa tidak di kita. Singapura udara saja dia impor, kita relakan itu," imbuhnya.
Luhut bukan kali ini saja mengungkap potensi rare earth. Sebelumnya, dia bahkan menggebu-gebu ketika bicara mengenai hilirisasi mineral di Indonesia, di gedung DPR RI, Senin (9/9/2019).
Dia membeberkan, sepanjang sejarah negeri ini tidak memiliki peta rantai pasokan yang jelas untuk tambang mineral. Banyak komoditas diekspor secara mentah tanpa mendapat nilai tambah.
Padahal, menurut Luhut, jika komoditas mentah tersebut diolah mulai dari bijih mentah sampai nanti barang jadi setelah dari smelter, akan ada nilai tambah yang menghasilkan banyak keuntungan.
Saat itu, Luhut juga sempat memberi perbandingan. Ia menyebut ekspor timah mentah menghasilkan uang US$ 350 juta. Sementara, lanjutnya, dengan hilirisasi bisa datangkan lebih banyak untuk komoditas serupa yakni mencapai US$ 5,8 miliar.
"Itu hanya ekspor saja bawa itu tanah yang isinya timah, dan satu ton tanah itu belum tentu dapat 1 kilogram timah. Jadi berapa juta ton sudah berpuluh-puluh tahun kita ekspor?"
Dengan membangun smelter, Ia meyakini pemerintah akan punya peran untuk menentukan harga. Sehingga tak cuma diatur oleh negara yang punya smelter, "Bangun smelter itu kan cuma 2 tahun, ini sudah lebih dari 2 tahun, apa yang terjadi, kenapa diulur-ulur?"
"Masa harga timah ditentukan di Singapura, kamu bangga gak sebagai orang Indonesia? Masa tidak bisa bikin supply chainnya itu juga," ceritanya.
Kebutuhan timah dunia tinggi, hampir semua telepon genggam misalnya berisi timah. "Kenapa tidak kita bikin di dalam negeri, sama dengan bauksit sama dengan alumina sama dengan apalagi itu semua."
Apalagi, tambahnya, di timah juga ditemukan rare earth di mana mineral ini sedang diburu oleh Amerika Serikat. "AS lagi kepusingan 7 keliling, karena rare earth China tidak mau diekspor," jelasnya.