KARIMUN, Kepulauan Riau — Setelah geger rencana Freeport-McMoRan maju ke peradilan arbitrase, banyak pihak bertanya-tanya bagaimana akhir cerita itu. Pemerintah secara tegas menyatakan berdiri di belakang Undang Undang No.4/2009 tentang Mineral dan Batubara, sedangkan Freeport khawatir dengan kepastian investasi.
Untuk mengetahui seberapa jauh negosiasi lanjutan pascageger tersebut, Bisnis bersama Investor Daily,mewawancarai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, di sela-sela kunjungan kerja ke Pulau Karimun, Kepulauan Riau, Selasa (21/3). Berikut petikan lengkapnya.
Bisa dijelaskan bagaimana progres negosiasi dengan Freeport setelah mereka mengancam akan membawa ke peradilan arbitrase?
Jadi ada beberapa tahap . Tiga tahaplah kalau menurut saya. Dalam jangka pendek ini, kami akan mendorong supaya Freeport itu bisa tetap beroperasi. Menurut saya, ini penting sekali. Sekarang smelter mereka yang untuk konsentrat di Gresik sudah mulai dioperasikan. Jadi menurut saya, mungkin minggu ini semua sudah bisa beroperasi. Apa yang sebenarnya jadi isu? Saya kira adalah tingkat kepercayaan atau keyakinan kedua belah pihak. Kalau izin ekspor, kita sudah terbitkan, 2 bulan lalu, kalau ngitung dari sekarang. Minggu ketiga Januari itu sudah terbit izin ekspornya, tetapi berbasis IUPK , tidak bisa atas basis kontrak karya.
Nah Freeport, kami yakinkan, silakan saja ini atas basis IUPK. Namun kami kasih waktu 6 bulan, mau 4 bulan juga boleh. Menurut saya, nego-nya sebulan atau 2 bulan. Tahap kedua, nego soal stabilitas investasi. Jadi, Freeport maunya ditentukan sekarang, pajaknya berapa, jangan berubah-ubah termasuk pajak daerah. Kami libatkan pemerintah daerah juga. Sebenarnya ini sudah jalan.
Apakah dengan solusi ini telah ada komitmen dari Freeport? Mereka mau dengan IUPK?
Saya kira Freeport mau. Apabila mereka sampai tidak setuju di dalam perundingan 4 bulan itu tentang stabilitas investasi, mereka bisa minta untuk kembali lagi ke kontrak karya. Terus Anda tanya begini, mau nggak Freeport? Kami itu tidak memaksa Freeport untuk mengubah jadi IUPK, itu tidak ada. Kami tidak memaksa sama sekali. Kami itu cuma bantu supaya Freeport bisa ekspor dari hasil pengolahan dan pemurnian.
Sekarang konsentrat mungkin sampai 95%, yang diminta itu sampai 99%. Itu tidak boleh sama undang undang. Apakah harus mengubah jadi IUPK? Tidak harus, kalau punya smelter sampai pemurnian, tetap bisa kontrak karya. Contohnya ada, Vale . Kami tidak minta , Vale itu tetap kontrak karya.
Tetapi Vale tidak ekspor?
Ekspor. Vale sudah memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian. Jadi isunya perusahaan tambang harus mengubah jadi IUPK karena belum membuat unit pengolahan dan pemurnian. Itu saja.
Sejauh ini Vale tidak ada masalah?
Kalau dia sudah punya itu , tetap saja kontrak karya, tidak masalah. Kalau harus diubah itu sebenarnya apa sih masalahnya? Apa harus diubah, walaupun tidak bikin smelter? Harus , karena UU Minerba Pasal 170 itu mengharuskan. Kalau Freeport mau ekspor. Kalau tidak mau ekspor, enggak apa-apa. Nanti dia jual di smelter pemurnian dan pengolahan orang lain juga boleh di dalam negeri.
Jadi apa sebenarnya yang jadi masalah Freeport saat ini? Divestasi?
Tidak, tidak ada masalah juga. Saya kira mereka itu tidak percaya pada pemerintah. Jangan-jangan ini kalau sudah IUPK, pemerintah tekan mereka, fasilitas yang dulu dia dapat pada kontrak karya semua dihapus. Ini yang menurut saya ketakutan Freeport. Ya mari kita berunding, kami jamin baik-baik. Asal negosiasi tidak melanggar UU pasti kami dukung untuk terus, karena kita harus menghargai juga kontrak yang berlaku sampai 2021.
Lalu apa kemajuan perundingan dengan Freeport sekarang?
Kemajuannya sekarang sudah kepada drafting, saling menukar dokumen untuk kira-kira nanti kalimatnya itu kayak apa sih. Ini sudah rundingan terus setiap hari.
Manajemen Freeport menyatakan jika tambang bawah tanah mereka berhenti produksi akan merusak proses secara keseluruhan?
Lha yang seperti yang saya katakan tadi. Kami itu udah kasih rekomendasi ekspor. Kalau saya jadi manajemen Freeport, saya pakai sambil berunding .
Apakah rekomendasi itu belum juga dipakai sampai sekarang?
Belum. Freeport kan ngotot, KK tidak boleh hilang. Lah… yang mau menghilangkan siapa? Saya juga enggak ingin menghilangkan. Kalau tidak setuju dengan stabilitas investasi, silakan tetap dengan KK. Silakan aja, tetapi tetap tidak boleh ekspor.
Kalau Freeport mau ekspor dengan berbasiskan IUPK?
Ini kan soal nama. Kontrak karya atau IUPK . Ya, luasnya sampai 25.000 hektare. ini mereka sudah oke. Hal yang masih mengganjal, pajaknya apa bisa berubah terus, retribusi daerah bagaimana dan sebagainya. Ini yang memang harus diterima. Kalau dulu, Freeport itu runding dengan Menteri ESDM, satu saja. Lapor presiden, selesai. Mau undang-undangnya kayak apapun, diputusin menteri, selesai. Sekarang tidak bisa, ini negara demokrasi, ada DPR yang menjalankan fungsi pengawasan dalam penerapan undang-undang, ada LSM, ada masyarakat. Ikut aja sesuai undang-undangnya itu
Mereka sudah menyiapkan belasan miliar dolar AS untuk investasi. Bagaimana?
lama. Itu sekitar sampai tahun 2042, 20-an tahun . Karena sudah mengeluarkan dana, mereka menuntut kepastian. Kepastian mereka mendapat izin itu, menentukan stock mereka, nilai saham mereka sangat bergantung dengan itu.
Pemerintah akan kasih perpanjangan. Selama dia berkomitmen bangun smelter 2 x 10 tahun. Tidak bisa langsung 20 , itu undang-undangnya.
Terkait dengan divestasi 51% saham Freeport kapan harus dieksekusi? Tahun 2021 atau 2019?
Paling cepat 2021, saya kira. Terus orang bilang, buat apa dia investasi kalau mau jual 51%? Kan investasinya diganti uangnya, iya kan? Iya kan, diganti harga pasar. Harga pasar loh.
Kalau begitu Freeport tidak akan mayoritas lagi ?
Kalau arahan Presiden, akan dibeli. Tidak tahulah pakai apa, pakai APBN, nanti dibiarkan Freeport itu tetap mengelola. Operatornya tetap Freeport tidak apa-apa. Antam mampu tidak mengelola tambang seperti Freeport? Jawaban saya, mampu tapi mungkin efisiensinya harus makan waktu untuk belajar.
Karena kapasitas Antam yang terbatas?
Bukan kapasitas, menurut saya. Karena kompleksitasnya beda.
Anda sudah bertemu dengan Tony Wenas yang dikabarkan akan jadi Dirut Freeport Indonesia?