Masih Urus Izin, Vale Belum Bisa Bikin Dua Smelter
JAKARTA. Janji PT Vale Indonesia Tbk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smleter) di dua lokasi masih belum terealisasi. Padahal salah satu komitmen Vale sehingga mendapatkan perpanjangan kontrak sampai 2045 dari pemerintah adalah investasi besar dengan membangun smelter tersebut.
Saat ini, Vale sudah memiliki smelter di Sorowako dengan kapasitas 75.000 ton per tahun untuk produk nickel matte. Untuk proyek di Pomalaa, Vale menggandeng Sumitomo Metal Mining (SMM).
Sementara di Bahadopi, Vale akan mengerjakan smelter sendiri. Kedua proyek tersebut akan menghabiskan dana sekitar masing-masing sekitar US$ 2 miliar.
Namun, proyek yang sudah direncanakan sejak 2015 lalu, hingga kini belum terealisasi. "Proyek pengembangan di Pomalaa dan Bahadopi masih dalam proses perizinan, terkait Amdal dan izin dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, dan lainya," kata Direktur Utama PT Vale Indonesia Nico Kanter kepada KONTAN, Senin (2/5).
Nico juga belum bisa memastikan kapan target pembangunan dua proyek smelter tersebut kapan jalan. "Kami belum bisa memberikan keputusan," ungkap dia.
Lantaran dua proyek smelter itu belum terlihat titik cerah, Vale pada tahun ini memangkas belanja modal atau lebih kecil dibandingkan dengan belanja modal tahun lalu. "Tahun ini menjadi US$ 90 Juta-US$ 100 juta, dari tahun 2015 lalu sebesar US$ 185 juta," imbuh dia.
Nico bilang, lebih kecilnya belanja modal tersebut karena ada beberapa strategi. Yakni, Vale akan memprioritaskan dana belanja modal untuk aspek-aspek pelestarian lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu perusahaan ini juga berinisiatif untuk melakukan penghematan biaya, agar memenuhi keberlangsungan perusahaan jangka panjang.
Kecilnya belanja modal juga seiring dengan melemahnya harga nikel sehingga perusahaan juga akan melakukan penyesuaian penggunaan dana belanja modal. Hingga kuartal I-2016 perusahaan ini juga masih menorehkan kinerja negatif. Pendapatan perusahaan ini, sepanjang tiga bulan pertama tahun ini turun 48,69% menjadi US$ 108,71 juta dari US$ 211,9 juta (year on year).
Adapun, volume penjualan sebesar 16.894 metrik ton juga lebih rendah dibandingkan dengan periode sama tahun 2015 yakni sebesar 17.476 metrik ton. Turunnya pendapatan kata Nico karena harga nikel melemah. Pada kuartal I-2016 harganya US$ 6.618 per ton padahal periode yang sama 2015 di atas US$ 15.000 per ton.
Penurunan pendapatan ini juga ditambah volume penjualan yang turun. Walhasil, ini membuat pendapatan perusahaan ini menurun. Nico bilang, produksi turun karena adanya aktivitas pemeliharaan sehingga produksi tertunda.
"Pemadaman ini lebih pendek dari yang diperkirakan. Kami sudah memperhitungkan upaya pemeliharaan ini jadi tidak menggangu target produksi," kata Nico. Tahun ini Vale masih tetap optimistis bisa menargetkan produksi 80.000 ton nikel dalam matte.