JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) baru menandatangani Project Development Agreement dengan Cronimet Holding GmbH dan Ferrostaal Industrial Projects GmbH. ANTM dan dua perusahaan Jerman ini akan bekerjasama mengembangkan fasilitas produksi feronikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Kapasitas produksi nikel ANTM bisa mencapai 26.000 metrik ton.
Angka ini empat kali lebih besar dari sekarang. "Sisi positifnya, nantinya kapasitas produksi dan diversifikasi produk ANTM akan bertambah," ujar Christian Saortua, Analis Minna Padi Investama kepada KONTAN, Kamis (21/4).
Tambahan kapasitas itu berdasarkan asumsi, proyek diperkirakan akan mengolah 1,85 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel per tahun menjadi 19.500 metrik ton nikel dalam bentuk feronikel, dengan kandungan minimum nikel 15%.
Dalam perjanjian ini, Antam akan memasok bijih nikel sebagai umpan pabrik dengan kadar nikel minimal 1,6%. Porsi kepemilikan ANTM di smelter hanya sekitar 25%.
Hitungan kasar, perseroan hanya menikmati 4.875 metrik ton nikel dari total kapasitas 19.500 metrik ton nikel dalam bentuk feronikel. Angka ini kecil. Tapi, pada akhirnya hal ini tetap berkontribusi pada performa ANTM.
"Kalau ekspansi terlalu besar, nanti justru akan memberikan tekanan yang lebih besar lagi terhadap keuangan perusahaan," jelas Chirstian.
Dengan kerjasama ini, setidaknya ANTM tetap menikmati benefit materi maupun non materi. Ekspansi ini memang masih dibayangi rendahnya harga komoditas nikel. Pada dua bulan pertama tahun ini saja harga feronikel ANTM berada di level US$ 4,2 per pound.
Lebih rendah ketimbang level harga sepanjang 2015, US$ 4,97 per pound. Ini menjadi faktor utama penekan performa ANTM. "Outlook ini masih ada beberapa waktu ke depan," tulis analis Mandiri Sekuritas Ariyanto Kurniawan dalam riset.
Analis JP Morgan Lydia J. Toisuta memiliki pandangan senada. Outlook harga nikel yang bearish masih menjadi tantangan utama bagi ANTM. Jika mengacu harga London Metal Exchange (LME) dia memprediksi, harga nikel semester II nanti di US$ 8.100 per ton, dan akan turun lagi menjadi US$ 7.100/ton pada tahun 2017 nanti.
"Lemahnya permintaan menjadi pemicu utama. Tekanan tambahan juga datang dari tingginya biaya pengembangan pabrik nikel," tulis Lidya.
Tapi, tetap saja serendah-rendahnya harga nikel, posisi mineral logam ini masih tak tergantikan. Nikel adalah bahan utama pembuatan stainless steel yang banyak dibutuhkan, baik untuk industri manufaktur maupun kehidupan sehari-hari.
Christian menambahkan, saat ini ada wacana pemerintah yang mengharapkan ANTM mampu memproduksi stainless steel sendiri untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur. "Saham ANTM ngeri-ngeri sedap untuk jangka pendek karena sebenarnya saham ini lebih cocok untuk ekspektasi jangka panjang," jelas Christian.
Tapi, jika ingin masuk jangka pendek, sepertinya akan lebih pas setelah terjadi koreksi, setidaknya pada level Rp 650 per saham. Jika sudah terlanjur memegang saham ANTM, bisa hold terlebih dahulu sembari menunggu laporan kuartal I rilis.
Harga Rp 740 merupakan level kuat. Jika berhasil ditembus, ada kemungkinan ANTM mencoba level Rp 862. "Tapi risikonya tinggi sekali karena ini level tertinggi setelah 2013," tambah Christian.
Sementara, Ariyanto neutral atas saham ANTM. Target harga darinya Rp 500 per saham. Sedangkan, Lidya underweight, target harga di Rp 300 per saham.