Menko Darmin: Inflasi dan Ekonomi Bukti Indonesia Masih Sehat
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut fundamental ekonomi Indonesia masih cukup sehat dan mampu menahan tekanan eksternal, meski indikator nilai tukar rupiah 'keok' sejak awal 2018.
Menurutnya, fundamental ekonomi yang sehat tercermin dari indikator inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Meski rupiah terus melemah, namun kedua indikator itu dianggap tetap tumbuh meyakinkan dan berada di rentang sesuai target pemerintah.
Hal ini membuat Indonesia masih cukup menarik bagi investor untuk mengembangkan modalnya, ketimbang negara berkembang lainnya. Misalnya, Argentina dan Turki yang justru baru didera gejolak ekonomi karena beberapa indikator ekonomi bermasalah.
"Lihatlah Argentina, inflasi di sana sampai 30 persen, defisit transaksi berjalan itu 6 persenan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih baik, dia paling 1-2 persen," kata Darmin di kantornya, Senin (3/9).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indonesia per Agustus 2018 memang masih cukup rendah di kisaran 3,2 persen secara tahunan dari target pemerintah maksimal 3,5 persen sampai akhir tahun ini.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi Tanah Air sampai semester I 2018 berada di kisaran 5,17 persen secara tahunan. Begitu pula dengan defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada paruh pertama tahun ini.
Lebih lanjut, Darmin bilang, beberapa indikator itu masih cukup baik dan tidak sepenuhnya terpapar pelemahan rupiah karena pemerintahan Kabinet Kerja terus berusaha memetakan dan menjalankan kebijakan yang mampu menguatkan ketahanan ekonomi dalam negeri.
Misalnya, belakangan ini pemerintah menyiapkan berbagai jurus agar defisit transaksi berjalan dapat lebih rendah pada akhir tahun.
Caranya, dengan memperluas mandatori penggunaan biodiesel 20 persen (B20), pembatasan impor 900 komoditas, subtitusi barang impor dengan produksi dalam negeri, pemulangan Devisa Hasil Ekspor (DHE), dan lainnya.
"Pengaruh (tekanan eksternal) itu tetap ada, siapa yang tidak terpengaruh kalau dunia sedang bergejolak seperti ini? Tapi yang penting dampaknya tidak sama dengan Turki dan Argentina, meski Indonesia melemah, tapi seberapa besar pelemahannya tergantung pada kebijakan di dalam negeri," pungkasnya.
Seperti diketahui, kurs rupiah saat ini berada di kisaran Rp14.800 per dolar AS dari semula di kisaran Rp13.400 per dolar AS pada awal tahun ini. (lav)