Menteri ESDM Dilaporkan ke Ombudsman Karena Maladministrasi Permen 7/2020
JAKARTA – Koalisi Masyarakat Peduli Minerba mengajukan laporan kepada Ombudsman atas tindakan maladministrasi dalam pembentukan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Laporan diajukan pada Jumat (3/4).
Koalisi yang terdiri atas Sonny Keraf (Ketua Panja RUU Minerba 2005-2009, Menteri Lingkungan Hidup Periode 1999-2004), Simon Sembiring (Mantan Dirjen Minerba, Wakil Pemerintah dalam pembahasan RUU Minerba 2005-2009), Ryad Chairil (Asosiasi Metalurgi dan Material Indonesia – AMMI), Ahmad Redi (Kolegium Jurist Institute – KJI), Marwan Batubara (Indonesia Resources Studies – IRESS), Lukman Malanuang, M.Si. (Lembaga Kajian Energi, Pertambangan, dan Industri Strategis – LKEPIS), Milawarma (Tokoh Senior Pertambangan Indonesia), Budi Santoso (Indonesia Mining Watch – IMW), Djowamen Purba (Tokoh Senior Pertambangan Indonesia), dan Yusri Usman (Center of Energy and Resources Indonesia – CERI), melaporkan Menteri ESDM kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) karena telah melakukan tindakan maladministrasi dalam pembentukan Permen ESDM 7/2020.
“Tindakan maladministrasi tersebut dilakukan berdasarkan beberapa fakta hukum,” kata Redi, Juru Bicara Koalisi yang juga Pakar Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara, kepada Dunia Energi, Jumat (3/4).
Redi mengatakan, melalui laporan ini Koalisi memohon agar ORI, pertama meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, Menteri ESDM, atau pihak lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan. Kedua, memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun Menteri ESDM untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan. Ketiga, meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari Menteri ESDM untuk pemeriksaan laporan dari Kementerian ESDM. Keempat, melakukan pemanggilan terhadap Menteri ESDM dan pihak lain yang terkait dengan laporan. Kelima, membuat rekomendasi mengenai tindakan maladminsitrasi yang dilakukan Menteri ESDM.
“Keenam, apablila ORI memutus lain mohon dapat diputus seadil-adilnya,” tandas Redi.(RA)
Tindakan maladministrasi yang dilakukan berdasarkan fakta hukum, antara lain: 1. Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2020, Menteri ESDM mengatur, hal-hal yang bertentangan dengan Pasal 33 UUD NRI 1945, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, antara lain mengenai: a. Ketentuan permohonan perpanjangan IUPK sebagaimana diatur dalam Pasal 101 sampai dengan 105 b. Ketentuan KK dan PKP2B diperpajang 10 tahun dan dapat diperpenjang 1 kali selama 10 tahun (total 20 tahun) dalam Pasal 108 Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2020; c. Ketentuan mengenai pelaksanaan IUPK Operasi Produksi hasil penyesusian KK dan PKP2B, seluruh persetujuan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 103); d. Ketentuan mengenai efektivitas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara serta menjamin iklim usaha yang kondusif, Menteri dapat menetapkan ketentuan lain bagi pemegang IUPK Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi KK atau PKP2B, dengan mempertimbangkan: 1. skala investasi; 2. karakteristik operasi; 3. jumlah produksi; dan/atau 4. daya dukung lingkungan.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut bertentangan dengan: a. Pasal 75 ayat (3) UU Minerba yang menyatakan bahwa kontrak KK dan PKP2B yang berakhir masa berlakunya harus dikembalikan kepada negara, untuk kemudian dapat diserahkan pengelolaannya kepada BUMN dan BUMD, sebagai pemegang hak prioritas, sesuai Pasal 33 UUD 1945. Harus dipahami, bahwa BUMN dan BUMD harus diproritaskan mengingat peran keduanya sebagai agent of development yang mewakili Pemerintah untuk meningkatkan ekonomi rakyat demi sebesar-besar kemakmuran rakyat. b. Pasal 83 ayat (d) UU Minerba menyatakan bahwa 1 (satu) WIUPK untuk kegiatan operasi produksi pertambangan batubara hanya berhak mengelola wilayah tambang paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektar. Sebaliknya dalam Permen No.7/2020 Menteri ESDM dengan mudah dan seenaknya menambah luas wilayah tambang tersebut melebihi 15.000 hektar. Demi menjamin kepastian usaha, dalam pembuatan UU Minerba, Pemerintah telah berhitung dan mempertimbangkan bahwa pengusahaan lahan sebesar 15.000 ha, sesungguhnya masih jauh dari cukup bagi pelaku usaha pertambangan batubara dalam berupaya melanjutkan usahanya. Dengan perhitungan luasan yang dibuat dan ditetapkan dalam UU Minerba, keberlangsungan usaha tetap dihormati namun penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) yang monopolis dan oligopolies oleh segelintir pelaku dapat dihapus. Ini menjadi sangat stategis, mengingat pemilik SDA notabene berada di tangan rakyat dan harus dikelola atas asas keadilan sosial dan azas sebesar-besar kesejahteraan rakyat yang adil dan merata. c. Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur bahwa peraturan perundang-undangan (Permen No. 7 Tahun 2020) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki
3. Berkenaan dengan hal tersebut, maka jelas telah terjadi maladministrasi yang dilakukan oleh Menteri ESDM sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, bahwa maladmintrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. Sehubungan dengan hal-hal di atas dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman yang mengatur bahwa ORI berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Untuk itu, sesuai Pasal 7 huruf a dan b UU No. 37 Tahun 2008, ORI bertugas menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan melakukan pemeriksaan substansi atas laporan.