Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menjelaskan rencana pembangunan smelter PT Freeport Indonesia kepada Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 6 September 2017. Dia mengatakan rencana pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia sedang memasuki tahap planning engineering.
Menurut Jonan, Freeport memilih dua lokasi, yaitu Gresik dan Timika. "Untuk Gresik ada ekspansi tapi tidak mungkin semua di sana karena pengolahan limbahnya tidak bisa memenuhi amdal," katanya dalam rapat bersama dengan Komisi Energi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Freeport juga sedang berdiskusi dengan PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Perusahaan asal Amerika itu berencana membangun pabrik pengolahan di Sumbawa. Untuk mewujudkan hilirisasi, Jonan mengatakan pihaknya akan menggandeng Kementerian Industri. Pemerintah berencana membangun pabrik pengolahan, seperti pabrik kabel dan pupuk, untuk pemanfaatan limbah hasil produksi.
Freeport Indonesia diwajibkan membangun smelter paling lambat hingga 2022 sebagai syarat mendapat izin ekspor konsentrat. Perusahaan wajib menyerahkan rencana pembangunan dan akan dievaluasi setiap enam bulan sekali. Jika perkembangan pembangunan tidak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, pemerintah akan mencabut izin ekspor perusahaan.
Wakil Ketua Komisi Energi DPR Mulyadi meminta pemerintah tak hanya mencabut izin ekspor, tapi juga menerapkan denda jika smelter gagal dibangun. Pasalnya, selama periode pembangunan, perusahaan dapat tetap mengekspor konsentrat.
Bagi Mulyadi, hasil ekspor tersebut pasti menguntungkan perusahaan. "Makanya saya usul perusahaan mengganti sekian dolar untuk setiap ton yang sudah dikeluarkan jika mereka gagal membangun smelter," ujarnya.
Dia berharap denda tersebut dapat membuat Freeport Indonesia lebih serius membangun smelter. "Kalau ada aspek sanksi, dia akan menjadi berhati-hati," katanya.