Menteri Luhut Tegaskan Larangan Ekspor Nikel Tak Untungkan China
JAKARTA, HALUAN.CO - Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan larangan ekspor ore nikel per Januari 2020 tidak menguntungkan China. "Bukan untuk kepentingan pihak atau negara tertentu, tetapi berlaku untuk ekspor ke semua negara," kata Luhut saat kunjungan ke Hannover, Jerman, baru-baru ini.
“Tidak tepat jika dikatakan kebijakan tersebut akan menguntungkan China," tegasnya seperti dikutip dari laman Menko Maritim.
Justru, kata Luhut, China akan rugi jika tidak bisa lagi mengimpor bijih nikel dari Indonesia. Karena China pada tahun 2025, telah menargetkan 35 persen kendaraan mereka sudah beralih ke mobil listrik.
"Inilah yang mendorong beberapa perusahaan mereka untuk mengikuti kebijakan pemerintah dengan membuat smelter di Indonesia,” tegas Menko Luhut.
Indonesia saat ini sedang memulai pengembangan industri kendaraan bermotor listrik. Hilirisasi nikel dapat menjadi langkah awal bagi Indonesia untuk menjadi pemain berkelas dunia.
“Dengan membangun smelter di dalam negeri, saya yakin Indonesia bisa jadi pemain kelas dunia karena ikut berperan dalam menentukan harga dunia,” katanya.
Menurutnya yang terjadi selama ini justru China yang diuntungkan dengan kebijakan Indonesia mengekspor bahan mentah.
“Dengan mengekspor bahan mentah, China malah diuntungkan dengan harga beli yang murah. Sekarang kita atur agar Indonesia punya smelter sendiri, agar negara ini juga mendapat nilai tambah dari Sumber Daya Alam kita sendiri," paparnya.
Luhut berharap dengan kebijakan larangan ekspor ini, Indonesia bisa menentukan harga nikel dunia.
"Kok malah dibilang menguntungkan China? Saya minta semua ini dilihat secara jernih, melihat masalah ini secara menyeluruh tidak sepotong-sepotong,” jelasnya.
Mengenai tata niaga nikel, Menko Luhut mengaku pemerintah akan terus membenahi mekanismenya. Ia tidak ingin harga nikel diatur oleh pengusaha tertentu.
“Kami tidak mau pengusaha yang sudah punya smelter di sini, seenaknya mengatur harga. Pemerintah yang akan mengatur harga. Agar para pemegang IUP juga bisa memasok ke smelter dengan harga yang pantas," ujarnya.
"Tidak boleh ada perbedaan harga sampai 10 dolar dengan internasional. Kita akan buat aturannya. Asosiasi harus punya visi yang sama, jangan sendiri-sendiri, nanti malah saling diadu. Nanti akan kita buatkan mekanismenya,” tambahnya.
Menurutnya kebijakan larangan ekspor nikel ini juga telah mampu menarik minat investasi. Karena dunia saat ini bisa melihat keseriusan Indonesia dalam mengelola Sumber Daya Alam dan mengatur iklim investasi.
“Di tengah gejolak ekonomi dunia saat ini, kami bisa dipertemukan dengan investor dari UEA, China, Amerika, Singapura, bahkan investor perorangan seperti Softbank untuk berinvestasi di Indonesia. Artinya, Indonesia masih dipercaya dan tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Karena itu, kita harus optimistis, jangan hanya berpikir skeptis,” ujarnya.