a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Mitra kerjasama pengembangan smelter Vale Indonesia mengerucut menjadi tiga

Mitra kerjasama pengembangan smelter Vale Indonesia mengerucut menjadi tiga
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berencana membangun smelter di wilayah tambang Pomala dan Bahodopi, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menyebut mitra kerjasama semakin mengerucut. Diharapkan, tahun ini emiten tambang nikel tersebut dapat memutuskan calon partnernya.

Direktur Keuangan Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan, proses pemilihan partner terkesan lama lantaran perseroan itu ingin berhati-hati. Saat ini, jumlah calon mitra semakin mengerucut menjadi tiga negara, yakni Jepang, China dan Jerman. Emiten yang melantai dengan kode INCO ini memiliki tiga kriteria yang wajib dipenuhi oleh calon mitra kerjanya. Sehingga, perlu pabrik dan teknologi yang benar-benar tepat.

Tiga kriteria partner yang paling tepat bagi Vale adalah, pertama harus memiliki teknologi ramah lingkungan dan sesua standar internasional. Kedua, standar keamanan harus menggunakan standar internasional.

"Di Vale Group, kami (Vale Indonesia) yang terbaik dari sisi keamanan. Ini standar yang kami ingin lakukan, karena sekali lakukan kami tidak ingin rusak lingkungan. Ini harga mati," tegas Febriany di Sorowako, Sabtu (28/7).

Kriteria ketiga atau terakhir yakni harus efisien, mengingat dalam waktu 40-50 tahun terakhir harga nikel bergerak naik turun. Sehingga, kriteria efisien perlu jadi perhatian, untuk memastikan kelangsungan perusahaan agar tetap berjalan.

"Sekarang kami sudah mengerucut dua-tiga partner. Kami masih mau lihat, karena ketiganya bagus semua, sekarang tinggal yang mana mau kami komitmenkan," ujarnya.

Negara mitra kerjasama untuk membangun smelter Bahodopi dan Pomala, yang sudah jelas adalah Jepang, ditambah lagi Vale sudah memiliki MoU dengan Sumitomo untuk pengembangan di Pomala. Sedangkan mitra pengembang untuk Bahadopi saat ini opsinya adalah China dan Jerman.

"Tapi sekarang yang banyak dominasi China, karena memang dari kita memilih juga teknologinya harus tinggi ramah lingkungan, safety dan efisiensi. Nah memang ada konotasi bahwa China biasanya tidak sedemikian, tetapi kami sudah diskusikan ini," ujarnya.