Juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan, produksi konsentrat tambang di Papua hanya terserap sekitar 40 persen di fasilitas pemurnian mineral (smelter) PT Smelting di Gresik, Jawa Timur. Bila tidak ada perpanjangan relaksasi ekspor dapat mempengaruhi kegiatan produksi tambang di Papua.
"Karyawan kami ada sekitar 30.000. Kalau tidak ada perpanjangan ekspor konsentrat bagaimana nasib mereka. Itu baru karyawan, belum jumlah keluarganya," kata Riza di Jakarta, Kamis (8/9).
Riza mendukung rencana pemerintah yang mengusulkan perpanjangan relaksasi hingga 5 tahun. Pasalnya selama ini 60 persen konsentrat dikirim ke luar negeri diantaranya ke Spanyol, India dan Korea Selatan. Adapun kuota ekspor konsentrat Freeport hingga 11 Januari 2017 mendatang sebesar 1,4 juta ton.
"Kami sangat mendukung usulan pemerintah memberikan relaksasi ekspor konsentrat di 2017," ujarnya.
Batas waktu ekspor konsentrat merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan ekspor konsentrat mineral dapat dilakukan hingga 11 Januari 2017. Pasca 2017 itu hanya mineral hasil pemurnian yang diizinkan ekspor. Tiga tahun waktu yang diberikan itu agar smelter terbangun.
Freeport sedang membangun smelter di Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas bahan baku mencapai 2 juta ton konsentrat. Adapun investasi untuk proyek tersebut mencapai US$ 2,1 miliar. Kemajuan smelter itu baru sekitar 14 persen.