Nasib Smelter Menunggu Peraturan Turunan UU Minerba
' />
JAKARTA, investor.id - Pemerintah memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan seiring dengan disahkannya revisi Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sore tadi. Dalam revisi UU tersebut menegaskan peraturan pelaksanaan harus ditetapkan dalam waktu satu tahun sejak Undang-Undang ini berlaku. Artinya paling lambat pada pertengahan Mei 2021 sejumlah Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri harus segera terbit.
Berdasarkan catatan Investor Daily, pekerjaan rumah itu antara lain mengenai pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri. Dalam beleid ini memuat amanat yang menyatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian yang diterbitkan sebelum berlakunya undang-undang ini disesuaikan menjadi perizinan usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian dalam jangka waktu satu tahun sejak undang-undang ini berlaku.
UU teranyar ini memberikan batasan jelas antara kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian. Pasalnya selama ini ada dua lisensi dalam pembangunan smelter yakni IUP yang diterbitkan Kementerian ESDM dan IUI dari Kementerian Perindustrian. Selain peralihan lisensi, UU Minerba teranyar pun menekankan pembangunan smelter rampung paling lambat pada 2023 atau tiga tahun sejak diundangkan. Artinya pasca 2023 hanya produk mineral yang sudah dimurnikan diperbolehkan ekspor.
Batas waktu ini bisa menimbulkan polemik mengingat sejumlah pelaku smelter telah mengajukan penundaan pembangunan smelter hingga 18 bulan akibat pandemi Covid-19. Dengan penundaan itu maka berimbas pada target pembangunan smelter. Sebagai contoh smelter tembaga yang dibangun PT Freeport Indonesia semula ditargetkan rampung di 2023.
Dengan adanya pandemi Covid-19, Freeport mengajukan permohonan penundaan pembangunan smelter selama 12 bulan yang berarti target penyelesaian smelter menjadi 2024. Sementara kewajiban pembangunan smelter dalam UU minerba teranyar memiliki ketentuan tambahan yakni ada batasan minimum dengan mempertimbangkan peningkatan nilai keekonomian serta kebutuhan pasar. Peraturan turunan UU Minerba harus segera diterbitkan guna memperjelas nasib investasi smelter tersebut.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan pemerintah harus membuat kajian dan menentukan mineral strategis dan vital apa saja yang perlu dikembangkan industrinya hingga hilir di dalam negeri. "Indonesia punya banyak ragam jenis sumber daya mineral. Tetapi tidak mungkin semua jenis mineral tersebut dapat dikembangkan sekaligus, karena keterbatasan teknologi, finansial maupun penyerapan pasar.
Untuk itu, kewajiban smelter sebaiknya mengacu pada pengembangan industri berbasis mineral strategis dan vital tersebut," kata Rizal kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (12/5). Secara terpisah, Ketua Indonesian Mining Association (IMA) Ido Hutabarat mendukung ketentuan pembangunan smelter sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Minerba.
Dia menyebut tingkat keekonomian smelter berbeda-beda antara satu mineral dengan yang lain. Dia mencontohkan konsentrat tembaga merupakan produk yang memiliki nilai tambah 95%. Bila konsentrat tersebut dimurnikan smelter menjadi produk 100% artiannya hanya 5% peningkatan nilai tambahnya. Sementara nilai investasi membangun smelter-nya jauh lebih besar daripada nilai tambah yang didapat sehingga secara keekonomian tidak ekonomis. "Produknya 100% ekspor, untuk apa kita subsidi market ekpor.
Tapi kalau industri hilir dalam negeri sudah membutuhkan bahan baku dari smelter maka smelter wajib dibangun untuk mendukung industri dalam negeri sehingga bahan baku domestik dapat tersedia," ujarnya. Menteri ESDM Arifin Tasrif Menteri ESDM Arifin Tasrif Dalam Rapat Paripurna, Menteri ESDM Arifin Tasrif yang mewakili pemerintah mengatakan ditetapkannya Undang-Undang Minerba dapat menjawab permasalahan pengelolaan pertambangan saat ini dan juga tantangan pengelolaan pertambangan di masa yang akan datang.
Kemudian mengubah paradigma kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara yang selama ini masih dianggap hanya berfokus pada penjualan material mentah tanpa terlebih dahulu dilakukan peningkatan nilai tambah. "Memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan sektor pertambangan, dan yang terpenting adalah dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Nasib Smelter Menunggu Peraturan Turunan UU Minerba" Penulis: Rangga Prakoso Read more at: http://brt.st/6zNf