KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di antara logam industri lainnya, nikel berhasil menunjukkan kinerja paling cemerlang di tahun ini. Sejak awal tahun harganya sudah tumbuh sekitar 7,96%. Gangguan pasokan yang terjadi ditengah kenaikan permintaan berhasil menjadi penopang penguatan harga.
Mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (16/3) harga nikel kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) tercatat naik 0,04% ke level US$ 13.625 per metrik ton dari sehari sebelumnya. Padahal di awal tahun harganya masih bertengger di level US$ 12.620 per metrik ton.
“Isu utama yang mengangkat harga masih soal defisit pasokan,” ujar Wahyu Tribowo Laksono, Analis PT Central Capital Futures kepada Kontan.
Berkurangnya pasokan dari Filiphina sebagai pemasok terbesar nikel global cukup mempengaruhi pegerakan harga. Negara tersebut kini telah menutup operasional empat tambang nikel utama dan melarang kegiatan penambangan baru. Padahal, selama ini Filipina memberi kontribusi 27% pasokan nikel global.
Defisit pasokan ini terasa semakin berat ketika permintaan nikel terus naik. Sebenarnya, menurut Wahyu, sejak jauh hari International Nickel Stydy Group (INSG) telah memperkirakan permintaan nikel global akan kembali melampaui pasokan tahun ini. Permintaan meningkat menjadi 2,259 juta ton dibandingkan pasokan yang hanya 2,206 juta ton. Inilah yang menyebabkan defisit nikel sepanjang tahun ini berpotensi mencapai 53.000 ton.
“Memasuki tahun 2018 permintaan nikel mulai datang dari produsen baterai kendaraan listrik,” paparnya.
Namun menjelang pertemuan Federal Open Market Comittee (FOMC) pada Kamis (22/3) nanti laju harga mulai sedikit tertahan. Nikel mendapatkan sentimen negatif dari penguatan dollar AS. Wahyu optimis pelemahan ini tidak akan berlangsung lama. Untuk jangka menengah niel masih berpeluang menguat.