Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerapkan Harga Patokan Mineral (HPM) logam pada Oktober 2017 mendatang. HPM menjadi acuan bagi pelaku usaha pertambangan dalam memperjualbelikan mineral di dalam dan luar negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan penerapan HPM ini berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 44 Tahun 2017. Nantinya Menteri ESDM akan menetapkan HPM setiap bulan. "Mulai Oktober implementasi HPM akan dimulai," kata Bambang dalam acara diskusi Pertambangan & Energi Expo 2017 di Jakarta, Selasa (26/9).
Bambang menuturkan HPM bertujuan untuk melindungi pengusaha smelter dan pelaku tambang dalam jual beli mineral. Pasalnya, tidak semua pelaku tambang memiliki smelter. Oleh sebab itu patokan harga jual beli mineral ditetapkan pemerintah. Dia menegaskan pemerintah tidak ingin salah satu pihak lebih unggul dari pihak lain dalam menentukan harga komoditas.
"Implementasi HPM supaya antara smelter dan penambang tidak saling tekan menekan," ujarnya.
Dikatakannya, HPM antara lain berlaku bagi nikel, kobalt, timbal, seng, bauksit, besi, emas, perak, timah, tembaga, mangan, krom, dan titanium. Adapun besaran harga bakal mengacu sejumlah index di dunia seperti London Metal Exchange, London Bullion Market Association, Asian Metal maupun Indonesia Commodity & Derivatives exchange. Namun Bambang tidak membeberkan formula perhitungan HPM tersebut. Pasalnya setiap komoditas mineral berbeda-beda perhitungannya. "Formula HPM tiap komoditas berbeda," ujarnya.
Dalam beleid 44 disebutkan formula HPM ditentukan berdasarkan nilai/kadar mineral logam, konstanta, HMA, corrective factor, biaya treatment cost dan refining charge atau payable metal.