Ternate, malutpost.id – PT Halmahera Persada Lygend (HPAL) yang beroperasi di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan bakal diadukan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) ke Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral. Langkah ini dilakukan terkait demonstrasi besar-besaran yang terjadi di areal site, Senin (13/4).
Wasekjen PB HMI Riyanda Barmawi dalam keterangan tertulisnya yang diterima malutpost.id mengungkapkan, PT HPAL diduga mendatangkan tenaga kerja asing (TKA) asal China di tengah maraknya pandemik Covid-19. Ia pun mengecam keras kebijakan perusahaan pembuat smelter perusahaan tambang nikel tersebut. "PT HPAL harus diberikan sanksi oleh Menteri ESDM. Ini jelas tidak mematuhi imbauan Presiden terkait pencegahan dan penanganan Covid-19, sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)," kata Riyan melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (14/4).
Riyan yang juga Pegiat Isu Sumber Daya Alam ini mengatakan, masuknya TKA ke Indonesia, terutama di Pulau Obi, akan menimbulkan kecemasan bagi masyarakat sekitar. "Tidak ada yang bisa menjamin mereka bebas corona. Karena masuknya saja sudah bermasalah, tanpa melalui prosedur yang benar. Pastinya kedatangan TKA ini telah menyebabkan terjadinya gesekan antar warga di lokasi tambang,” ujarnya. Dia bilang, ini adalah persoalan genting yang mesti diperhatikan oleh Pemerintah Daerah baik Kabupaten dan Provinsi. Riyan meyakini, Bupati dan Gubernur memiliki nyali untuk memanggil Direktur PT HPAL. “Saya kira Gubernur dan Bupati harusnya bernyali memanggil pemilik perusahan bahkan berani memberikan sanksi tegas kepada perusahaan, karena Covid-19 ini virus serius, bukan virus ringan," tegas pemuda asal Maluku Utara ini.
Riyan mengatakan, beredarnya informasi tersebut sudah menyebar luas dan menjadi konsumsi publik. Karena itu, ia menginginkan informasi tersebut tidak dibiarkan begitu saja tanpa adanya tindakan cepat dari pihak terkait. "Langkah yang bisa dilakukan sekarang adalah memastikan kebenaran informasi tersebut dan memanggil pimpinan perusahan HPAL untuk dimintai pertanggung-jawaban," kata Riyan. "Jika benar ada pelanggaran, Perusahan harus diberikan sanksi oleh Pemerintah Pusat terutama ESDM berkoordinasi dengan Pemerintah setempat untuk memulangkan seluruh TKA yang didatangkan dari China," tambahnya.
Selain itu, Riyan menganggap HPAL secara terang-terangan telah mempecundangi imbauan presiden dan mengesampingkan keselamatan warga. "Ini persoalan nyawa manusia yang terus berjatuhan akibat virus corona. Kita tidak bisa berkompromi dengan virus ini, ingat itu baik-baik," tegasnya.
Saat ini, kata Riyan, Pemerintah daerah terutama Legislatif dan Eksekutif di daerah perlu melakukan rembuk guna mengambil sikap. "Saya juga akan melaporkan peristiwa ini kepada Dirjen Minerba dan Menteri ESDM agar ditindaklanjuti supaya Pemerintah dapat mengambil tindakan cepat," pungkasnya.
Sebelumnya, pihak Harita Group telah membantah dugaan masuknya TKA ke areal site menggunakan kapal. Menurut PT Harita, saat ini Desa Kawasi telah di-lockdown sehingga seluruh karyawan dan karyawan kontraktor harus menempati camp yang telah disediakan. Langkah ini diambil untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sementara para demonstran diklaim sebagai orang-orang yang menuntut diberi kelonggaran keluar masuk wilayah Kawasi.
Perwakilan Perusahaan juga sedang melakukan dialog dengan perwakilan karyawan kontraktor untuk mencari solusi terbaik dengan ketentuan yang ketat untuk karyawan bisa keluar masuk Site Kawasi. Dialog dilakukan sebagai bagian dari musyawarah mufakat dan berlangsung dengan kondusif dengan dimediasi oleh Pemerintah Daerah Halmahera Selatan juga TNI dan Polri, yang tergabung dalam Satgas Percepatan Penanganan Tanggap Darurat Bencana Non Alam Covid-19 Kabupaten Halmahera Selatan.(kai)