a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

PLTU Mulut Tambang Mengambang, Pengusaha Bisa Minggat
_Terkendala Kontrak, Kadin Khawatir Pengusaha Minggat_

PLTU Mulut Tambang Mengambang, Pengusaha Bisa Minggat<br>_Terkendala Kontrak, Kadin Khawatir Pengusaha Minggat_<br>
Sejumlah proyek pembangkit listrik tersaji untuk publik Kaltim. Tak hanya mengandalkan program 35.000 megawatt (MW) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pemprov Kaltim juga menyiapkan “amunisi” lain. Di luar proyek 35.000 MW itu, pemerintah daerah menggodok pembangkit dengan daya 8.174 MW.

Proyek-proyek ini untuk menuntaskan krisis listrik di Benua Etam. Khususnya Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara (PPU), Kutai Timur, Kutai Barat, Mahakam Ulu, dan Berau.

Dokumen rencana pembangunan pembangkit tersebut telah diteruskan ke Istana Negara Februari lalu. Ditandatangani Gubernur Awang Faroek Ishak, dokumen memuat enam perusahaan yang akan membangun pembangkit di Kaltim dengan total daya 684 MW.

Selanjutnya, pemprov juga berusaha meyakinkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal 10 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang mengantongi IUP TL (Tenaga Listrik) menyatakan kesiapannya membangun pembangkit dari mulut tambang batu bara.

Dengan total 7.490 MW. Jika rencana ini berjalan, maka Kaltim memiliki 10 ribu MW. Angka tersebut didapat dari kolaborasi 16 pembangkit dengan program RUPTL 35.000 MW di mana Kaltim kebagian 1.828 MW.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim Amrullah mengungkapkan, pemprov selama ini sudah meyakinkan para investor agar berinvestasi ketenagalistrikan di provinsi ini. Hasilnya, para investor menyatakan siap berkontribusi dalam bentuk public private partnership (PPP) serta diberikan kemudahan dan percepatan proses perizinan.

Tuntutan itu, sambung dia, ada yang bisa dipenuhi pemprov. Tapi, juga ada yang harus melibatkan pusat. Oleh karena itu, pemprov mengirim dokumen kepada Presiden agar mendapat kemudahan perizinan.

Amrullah mengatakan, saat ini ada 10 investor batu bara yang berminat membangun PLTU dari mulut tambang. Hanya, pembangunan belum berjalan karena ketidakpastian dari Kementerian ESDM dan PLN. Untuk membangun pembangkit dari mulut tambang, Amrullah menyebut investasi yang dikeluarkan begitu besar.

Sebagai contoh, untuk menghasilkan daya 1 MW maka membutuhkan biaya USD 1 juta. “Masalahnya sekarang, siapa yang mau beli ketika pembangkit ini jadi dibangun?” katanya. Jawaban tersebut, kata dia, ada di PLN dan Kementerian ESDM.

“Makanya mereka (investor) menunggu regulasinya seperti apa, kontraknya bagaimana, baru jalan. Karena mereka menunggu kepastian,” ungkapnya. Menurutnya, setrum dari pembangkit mulut tambang tidak hanya dimanfaatkan untuk Kaltim. Pasalnya, mulai 2019 mendatang, sistem ketenagalistrikan di Kalimantan akan menyatu layaknya interkoneksi sistem Jawa-Bali. “Tapi kembali lagi ke pusat,” imbuhnya. Dikarenakan, pembangunan pembangkit dan transmisi dan gardu induk menjadi tanggung jawab PLN.

Sementara itu, Ketua Kompartemen Ketenagalistrikan Kadin Kaltim, Nixson Butarbutar menuturkan, pengusaha begitu menanti RUPTL 35.000 MW berjalan sesuai rencana. Selain infrastruktur, investor yang ditemui Kadin Kaltim kerap menanyakan kondisi listrik. Sebab, untuk mengembangkan industri, pengusaha kesulitan apabila tak didukung sumber listrik yang cukup kuat.

“Sebenarnya program pemerintah dalam RUPTL 2015-2024 sudah baik. Dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi,” katanya. Hanya saja, Nixson menggarisbawahi bahwa ada masalah yang harus dipecahkan. Bukan tanggung jawab PLN, tapi juga pemerintah daerah dan masyarakat.

“Misalnya pembangkit sudah ada. Tapi tidak bisa didistribusikan. Karena masalah lahan. Mau bangun tower lahannya belum dibebaskan, begitu juga gardu induk dan transmisi,” ucapnya. Masalah ini, kata dia, tak pas jika dibebankan kepada PLN semata. Karena pembebasan lahan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

Kadin Kaltim mengusulkan, percepatan pembangunan yang dilakukan harus melibatkan pemerintah dan masyarakat. “Di Kawasan Industri Kariangau, pengusaha butuh listrik. Di Buluminung (Penajam) dan Maloy (Sangatta) juga sama. Ini persoalan bagi pengusaha ketika mereka mau ekspansi,” bebernya.

Akibat keterbatasan daya, pengembangan tertunda. Masalah laten ini diharap Nixson segera dibenahi agar investor tak lagi wait and see ke Kaltim gara-gara listrik. “Harusnya proyeksi pertumbuhan ekonomi, menjadi indikator pembangunan pembangkit,” jelasnya.

Diketahui, Februari lalu dimulainya interkoneksi sistem ketenagalistrikan Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Kaltimsel). Langkah itu menjadi awal proyek Sistem Kalimantan.

Pada 2019 mendatang, Kementerian ESDM bakal menggabungkan seluruh daya pembangkit listrik di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur hingga Kalimantan Utara (Kaltengseltimra). Dengan skema ini, distribusi listrik menjadi menjadi lebih fleksibel dan menekan biarpet.

Sumber : www.kaltim.prokal.co