Jakarta, MINA – Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina meminta Perusahaan PT Aneka Tambang (Antam) untuk memperkuat performa perusahaannya, mengingat PT Aneka Tambang termasuk salah satu BUMN yang terkena dampak keras pandemi Covid-19.
“Semestinya perlu ada perubahan strategi PT Antam dibanding sebelum pandemi agar dapat tetap bertahan. Terlihat bahwa kewajiban perusahaan kepada negara dari sisi deviden masih kosong. Kedepannya, kewajiban kepada negara ini mesti dapat ditunaikan dengan penetapan target-target yang terukur,” ucap Nevi dalam keterangannya yang diterima MINA, Kamis (30/9).
Merujuk dari berbagai penjelasan dan data yang ada, politisi Fraksi PKS ini mengungkapkan, PT Antam belum ada deviden yang diberikan kepada negara sampai dengan Semester I-2020. Begitu juga dengan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan).
Kontribusi PT Antam untuk negara hingga Semester I-2020 disumbangkan dari PNBP (minus Deviden) sebesar Rp 137, 6 miliar, dan juga Pajak (minus PPh Badan) sebesar Rp 119.9 miliar. Sehingga total kontribusi PT Antam untuk negara hingga Semester I-2020 sebesar Rp 257,5 miliar, belum termasuk Deviden dan PPh Badan.
Legislator asal Sumatera Barat II ini melanjutkan, pada tahun 2015 PT Antam sudah pernah mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3,5 triliun untuk menyelesaikan pembangunan pabrik smelter Nickel Pig Iron (NPI) Blast Furnance di Halmahera, Maluku Utara.
“Saya dan masyarakat Indonesia, mesti mengetahui bagaimana perkembangan pembangunan proyek yang berasal dari PMN untuk bangun smelter ini. Sudah seberapa besar kontribusinya untuk rakyat dan negara. Serapan tenaga kerja lokalnya, kondisi keuangannya, manajemennya dan situasi dampak lingkungan sekitar lokasi usaha,” katanya.
Dia menegaskan, jangan sampai setiap usaha BUMN malah menjadi beban negara. Semestinya malah memberi kontribusi penerimaan negara sekaligus kontribusi pengurangan jumlah pengangguran di sekitar lokasi usaha.
Nevi juga mempertanyakan, keberpihakan pemerintah kepada investor asing yang memiliki porsi yang sangat besar pada usaha tambang. Bahkan cenderung negara menjual murah aset berharga Sumber Daya Alam kepada negara luar.
Dia mencontohkan begitu banyaknya fasilitas yang diberikan Pemerintah bagi perusahaan asing dengan dalih untuk mengundang investor datang ke Indonesia, membuat pengusaha smelter asal China memutuskan untuk membangun smelter di Indonesia.
Menurut Nevi, kasus memfasilitasi investor asing yang berdampak pada fasilitas pajak yang mudah kepada perusahaan asing, dan yang paling parah perusahaan negara merugi akibat intervensi penguasaan pasar sepihak oleh perusahaan asing.
“Contoh kasus yang sudah terjadi adalah pada Krakatau Steel. Jangan sampai BUMN kita terus merugi hingga membebani negara. Seharusnya BUMN yang memberi keuntungan kepada Negara,” katanya. (T/R2/RI-1)