PT Timah Lakukan Revalidasi Cadangan Rare Earth, Ada Berapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia disebut-sebut memiliki potensi rare earth atau unsur tanah jarang yang besar. Untuk memastikan berapa jumlah sumber daya tanah jarang yang dimiliki, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Timah Tbk (TINS), tengah menghitung besaran cadangan tersebut. Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mengatakan pihaknya kini sedang melakukan revalidasi data cadangan rare earth yang dimiliki perseroan.
Dia menjelaskan, mineral timah yang ada di PT Timah memiliki mineral ikutan berupa monasit, zirkon, ilmenit, dan rutil. Di dalam mineral ikutan monasit, jika kembali di pecah, maka akan terdapat mineral radio aktif yakni thorium dan logam tanah jarang.
PT Timah menurutnya pernah membuat pilot project dalam rangka pemecahan mineral monasit tersebut. Pilot project ini dilakukan dalam skala lab dan menurutnya ini berjalan baik. Tapi untuk skala komersial, lanjutnya, diperlukan teknologi yang tepat.
"Kami sedang revalidasi cadangan, mengingat cadangan dari mineral monasit adalah mineral ikutan, sehingga kami harus bisa memahami dan menghitung secara akurat berapa jumlah mineral monasit yang dimiliki. Dengan demikian, ketika ke depan melakukan investasi, sudah bisa jelas sampai tahap mana kami akan masuk dalam pengolahan mineral logam tanah jarang ini," jelasnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu (21/10/2020).
Dia menyebut ada beberapa tahapan dalam investasi untuk pengolahan mineral tanah jarang ini, mulai dari pemecahan monasit, pengolahan mineral tanah jarang, dan seterusnya. Sebelum sampai ke tahapan ini, besaran cadangan harus diketahui terlebih dahulu.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk eksplorasi selama ini dilakukan sendiri oleh PT Timah. Sementara untuk penentuan teknologi sedang dilakukan pembicaraan dengan beberapa pihak. Namun sampai saat ini belum ada pembicaraan yang mengikat dengan calon mitra karena teknologi rare earth bukan teknologi umum, sehingga tidak banyak pihak yang mengerti.
"Pada intinya, kami welcome berbicara dengan beberapa calon partner. Bila teknologi proven, terbukti, dan bisa menghasilkan produk dari rare earth, kami siap untuk kerja sama. Ada dari Eropa, China," jelasnya.
Sayangnya, lanjutnya, akibat adanya pandemi Covid-19 ini menyulitkan komunikasi dengan calon mitra karena calon mitra ingin melihat lokasi dan data teknis. Data teknis menurutnya sulit dikomunikasikan melalui komunikasi virtual.
Teknologi Pengolahan, Tantangan PT Timah Gali Potensi Rare Earth(CNBC Indonesia TV)Foto: Teknologi Pengolahan, Tantangan PT Timah Gali Potensi Rare Earth(CNBC Indonesia TV) Teknologi Pengolahan, Tantangan PT Timah Gali Potensi Rare Earth(CNBC Indonesia TV) "Yang paling sulit itu teknologi pengolahannya," paparnya.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menjelaskan bahwa sudah ada tiga jenis mineral tanah jarang yang diidentifikasi, di antaranya yaitu monasit dari PT Timah Tbk, yang merupakan produk sampingnya. Lalu, rare earth yang ada di bauksit bernama skandium. Ketiga, tanah jarang pada nikel yang sudah mulai dilakukan kajian.
"Kebijakannya, saya kira sudah difasilitasi oleh Kemenko Maritim. Harus ada arah ke mana pohon industrinya. Jadi, harus dari hulu ke hillir, yang penting adalah selamatkan monasit ini," ungkapnya pada Rabu (08/07/2020).