PALU EKSPRES, PALU – Managamen PT Vale Indonesia Tbk, menjamin segera melakukan eksploitasi lahan konsensinya di Bahodopi – Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. PT Vale yang mempunyai lahan sekira 36 ribu hektar lebih, sejauh ini memusatkan kegiatan operasionalnya di Soroako – Sulawesi Selatan. Ini karena 70 persen luas konsesi lahan berada di kawasan ini.
Kepada wartawan di Soroako pekan lalu, Deputy CEO PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy mengatakan, pihaknya tetap berkomitmen untuk melakukan eksploitasi di Bahodopi. Namun pendekatannya berbeda dengan yang dilakukan di Soroako.
”Di Soroako kami memang turun langsung dalam eksploitasi. Nah di Bahodopi kami menjalin pola kemitraan dengan perusahaan lain. Dan pembahasan soal ini sudah berjalan dan sudah kemajuan yang signifikan,” terangnya.
PT Vale bermitra dengan salah satu perusahaan asing di Sulawesi Tengah untuk mengelola tambang nikel di Bahodopi. Kenapa harus perusahaan asing? ditanya demikian, Febri yang bergabung di PT Vale Indonesi sejak 2007, itu mengatakan, ini bukan soal perusahaan asing atau lokal. Ini soal bagaimana PT Vale memastikan bahwa perusahaan mitra mempunyai visi yang sama dalam hal managemen dan tata kelola industri pertambangan. ”Kami ingin memastikan mitra kami mempunyai pendekatan yang sama dalam industri ini. Jika perlu standarnya di atas kami atau minimal sama dengan kami,” ungkap Febri yang pernah bertugas di Regional Vale Base Metal Asia Pasifik dan Afrika yang berbasis di Brisbane Australia ini.
Pihaknya aku perempuan jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, menerapkan standar tinggi bagi perusahaan yang bermitra dengan PT Vale Indonesia. Salah satunya adalah, soal tata kelola lingkungan, pengembangan sosial masyarakat serta nilai-nilai perusahaan yang meliputi nilai penghargaan terhadap karyawan, kelestarian bumi dan kebersamaan dalam mencapai tujuan. Berita serupa
133 Catam TNI Ikuti Seleksi Garjas di Sulteng
”Ini adalah hal fundamental bagi kami. Karena itu kami ingin mitra kami juga punya visi dan nilai yang setara dengan kami,” jelas Febri yang pernah berkarir di Pricewaterhouse Coopers di Jakarta dan Amsterdam ini.
Bagi PT Vale kata dia, meraup untung di bisnis tambang memang menjadi tujuan. Tapi pada saat yang bersamaan komitmen terhadap keselamatan lingkungan dan pembangunan sosial budaya menjadi sama pentingnya dengan tujuan dari bisnis itu sendiri. Syukurlah kata dia, saat ini perusahaan mitra sudah ada, dan eksploitasi segera akan dieksekusi. Namun saat ini masih ada beberapa izin yang harus dirampungkan.
”Jika izin izin itu sudah rampung, maka eksploitasi segera dilakukan. Mungkin tidak lama lagi, kita akan jalan di sana,” katanya meyakinkan.
Lebih jauh Febriani Eddy mengatakan, langkah untuk membangun mitra dengan perusahaan lain di Sulawesi Tengah adalah pilihan yang realistis. Daripada misalnya PT Vale harus mengelola sendiri dengan keharusan membangun smelter. Pihaknya mengalkulasi, lebih realistis untuk bermitra daripada mengolah langsung plus membangun fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam nikel tersebut.
”Hitungan-hitungannya tidak ekonomis,” katanya. Proporsinya berapa persen, apakah lebih besar perusahaan mitra atau PT Vale? Ditanya demikian, perempuan cantik ini terkekeh. ”Ya PT Vale lah yang proporsinya harus lebih besar. Supaya PT Vale bisa mengontrol. Tidak saja dari sisi untungnya tapi memastikan bahwa perusahaan mitra tetap menjalankan komitmen pengelolaan lingkungan dan sebagainya,” pungkas dia.