PT Vale Raup Pendapatan USD 165 Juta di Kuartal II 2019
Liputan6.com, Jakarta - Emiten pertambangan PT Vale Indonesia menyampaikan laporan keuangan di kuartal II tahun 2019. Perusahaan dengan kode saham INCO ini membukukan pendapatan sebesar USD 165,8 juta, naik 31,17 persen dari kuartal sebelumnya yang sebesar USD 126,4 juta.
Dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, peningkatan kinerja ini dikarenakan harga jual nikel semakin membaik dan beban pokok pendapatan per metrik ton yang rendah. Saat ini, harga jual nikel yang diproduksi PT Vale Indonesia, nikel matte, dijual di angka USD 9.774 per ton.
Tercatat, produksi nikel matte PT Vale Indonesia di kuartal II sebesar 17.631 metrik ton, lebih tinggi dibanding kuartal I yang sebesar 13.080 metrik ton. Kemudian, penjualan nikel juga naik menjadi 16.965 metrik ton dari yang awalnya sebesar 13.867 metrik ton.
Laba sebelum beban non operasi, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) perusahaan pun naik menjadi USD 28,8 juta, 7 kali lebih tinggi di kuartal sebelumnya yang sebesar USD 4 juta.
Laporan keuangan ini sebenarnya belum rinci. Nantinya, laporan keuangan yang diaudit dan laporan triwulan versi lengkap akan dirilis pada 5 Agustus 2019 mendatang.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan batu bara, untuk meningkatkan nilai tambah berupa gasifikasi batu bara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, BUMN harus menjadi pelopor peningkatan nilai tambah batu bara, dengan melakukan gasifikasi batu bara.
"Tapi sudah tugas nasional menyediakan proses added value batu bara. BUMN kan sebagai pionir," kata Bambang, di Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Bambang menuturkan, peningkatan nilai tambah batu bara yang dilakukan perusahaan BUMN akan ditiru perusahaan swasta. Sebab itu dirinya mendorong BUMN meningkatkan nilai tambah batu bara.
"Bagus untuk batu bara, itu ada added value, kalau itu jadi luar biasa memberi contoh yang lain, supaya perusahaan lain melakukam added value terhadap batu bara juga," paparnya.
Bambang mengungkapkan, selama ini peningkatan nilai tambah batu bara masih terhambat soal keekonomian. Sebab itu masalah tersebut perlu dipecahkan dengan membuktikan peningkatan nilai tambah batu bara cukup ekonomis.
"Keekonomian yang harus dibuktikan bahwa ini bisa. Seperti di smelter mineral keekonomian juga karena itu alot sekali," ujar dia.