Pansus Mafia Nikel Tak Kunjung Dibentuk, Mahasiswa Kembali Aksi di DPR/MPR RI
KBRN, Jakarta: Ribuan orang yang tergabung dalam koalisi mahasiswa peduli bangsa dan koalisi mahasiswa Indonesia kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Massa gabungan mahasiswa dan pemuda dari berbagai kampus tersebut melakukan longmarch dari depan taman ria senayan hingga depan gedung DPR/MPR, sembari membawa spanduk-spanduk tuntutan dan mengibarkan bendera merah putih.
Dalam aksinya, massa mendesak komisi VI dan komisi VII DPR RI supaya segera membentuk Panja Khusus untuk membersihkan industri nikel Indonesia yang kini diduga sedang dikuasai oleh kartel/mafia.
Koordinator Aksi Dony Manurung, menyatakan salah satu permainan yang sangat terlihat dalam proses transaksi nikel ialah melalui surveyor-surveyor yang melakukan tugas penilaian kadar bijih nikel dari penambang, yang kemudian akan dijual kepada smelter.
“Pemerintah itu sudah menunjuk surveyor-surveyor yang dipercaya untuk menghitung kadar nikel, seperti Sucofindo, Surveyor Indonesia, Carsurin, Geo Service, dan Anindy, namun kenyataan di lapangan dua smelter besar yang dimiliki asing itu sering menggunakan surveyor lain, dan tidak mau menggunakan surveyor resmi pilihan pemerintah,” ujar Dony.
Menurutnya, kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang dikeluarkan pemerintah melalui kepala BKPM Bahlil Lahadalia juga dinilai sarat akan kolusi, korupsi dan nepotisme yang berpotensi besar merugikan Negara dan penambang lokal hingga triliunan rupiah.
Dony menilai, pelarangan ekspor bijih nikel ini diperkirakan akan membuat 26 smelter nasional yang sedang dalam proses pembangunan akan terlantar, karena selama ini smelter-smelter itu hanya berharap dapat mengumpulkan anggaran dari hasil penjualan nikel kadar rendah yakni <1.7%, dan hingga saat ini pemerintah seperti menutup mata.
“Kalau larangan ini diberlakukan, mau dibawa kemana nasib 26 smelter nasional yang sedang dibangun saat ini? Pemerintah harusnya bisa memberikan atensi khusus untuk ini, kan smelter-smelter itu punya anak bangsa sendiri, kok seperti malah dengan sengaja mau ditelantarkan,” tegasnya.
Sementara, Rahmat Pakaya dalam orasinya menyatakan permainan harga penjualan bijih nikel saat ini juga sangat bermasalah. “Beberapa waktu lalu katanya kepala BKPM mengadakan pertemuan dengan para pengusaha, dan menghasilkan “harga kesepakatan” bijih nikel yakni USD 27-30/WMT, ini jelas menabrak aturan, kan sudah ada Harga Patokan Mineral (HPM) yang dikeluarkan oleh Dirjen Minerba berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 Pasal 85,” pungkas Rahmat.