Pelarangan Ekspor Nikel Jadi Momentum Tingkatkan Hilirisasi
Pemerintah Indonesia telah memutuskan mempercepat pelarangan ekspor bijih nikel yang efektif berlaku mulai 1 Januari 2020 mendatang. Pelarangan ekspor nikel yang dipercepat pemerintah menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan hilirisasi karena kebutuhan pasar domestik yang semakin tinggi.
Demikian disampaikan oleh Maman Abdurrahman, anggota DPR RI Fraksi Golkar. Menurutnya, percepatan pelarangan ekspor nikel itu dilakukan untuk kebutuhan pasar domestik. Pasalnya, saat ini pemerintah memang sedang menggalakkan hilirisasi industri di minerba, terutama nikel yang rencananya akan diolah menjadi bahan jadi dan bernilai tambah terutama untuk baterai lithium untuk mobil listrik.
"Saat ini sektor hilir sangat dibutuhkan, harapannya nikel mampu diolah dan didistribusi dengan nilai yang sangat tinggi. Tinggal perangkatnya sudah disiapkan atau belum. Kita harus ambil momentum kebutuhan domestik yang besar, apalagi kalau nanti sudah dibangun smelter," ujar Maman.
Maman kemudian meminta kedua belah pihak, yakni pemerintah dan pengusaha nikel, untuk komitmen pada asas dan aturan. Pemerintah harus memiliki kepastian hukum yang lebih jelas, sedangkan pelaku usaha harus komitmen setelah mendapatkan kuota ekspor.
"Wajar jika pelaku usaha jadi ngamuk dengan percepatan larangan ekspor ini, mereka pasti sudah punya business plan hingga 2022. Tapi, saya rasa mereka bisa mengikuti asal kepastian hukumnya jelas dari pemerintah," sambungnya.
Menurutnya, beberapa pelaku usaha juga masih bandel, diberikan kepercayaan kuota ekspor, tapi tidak ada progresnya. Kalau begitu terus, lebih baik disetop saja. "Mari mulai sekarang kita taat asas dan taat aturan," tegas Maman.
Sementara Kepala Subdirektorat Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral, Andri Budhiman Firmanto mengatakan, Indonesia memang memiliki kesempatan besar untuk mengambil momentum ini. Hal itu disampaikan dalam kesempatan yang sama.
40% dari total biaya manufaktur mobil listrik berasal dari baterai dan Indonesia merupakan salah satu negara yang punya bahan baku terbaik di dunia untuk memproduksi baterai lithium ion.
"Berdasarkan kajian, 40% dari total biaya manufaktur mobil listrik berasal dari baterai," kata Andri.
Menurutnya, percepatan aturan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah dilakukan untuk mengejar momentum pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Kebijakan itu juga memperhatikan jumlah cadangan terbukti dan jaminan pasokan bijih nikel kadar rendah untuk persiapan percepatan industri mobil listrik.