Pemanfaatan EBT Ditargetkan Mencapai 19,5% Hingga 2024
JAKARTA – Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional ditargetkan mencapai 19,5% pada 2024, artinya perlu kenaikan porsi EBT sebesar 10,7% terhadap energi primer dalam lima tahun.
“Program kami untuk meningkatkan porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional 2024 sebesar 19,5%,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (27/1).
Untuk itu dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit EBT mencapai 9,05 Gigawatt sampai 2024. Terdiri dari sumber energi dri hidro, sinar surya, biomasa, bayu, dam geotermal. Khusus pembangunan pembangkit listrik tenaga surya rooftop hingga 2024 ditargetkan mencapai 282,6 MW.
Nantinya tenaga surya dengan rooftop panel akan banyak digunakan perumahan maupun area publik. Pemanfaatannya dapat meningkatkan efisiensi daripada menggunakan daya listrik.
Secara nasional sampai 2024 pemerintah menargetkan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 27,1 Gigawatt. Penyediaan listrik terbesar yang harus tercukupi sampai 2023 adalah untuk memasok ke 52 smelter nasional. Total kebutuhan listrik untuk smelter diperkirakan mencapai 4.798 MW.
Tersebar pada 14 provinsi yaitu Kepulauan Riau, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, NTB, NTT, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara. Satuan daya terbesar yang diperlukan mencapai 14 MW.
"Strategi penggunaan kebutuhan listrik untuk smelter tersebut dengan urutan prioritas adalah pemenuhan oleh PLN. Kemudian pemenuhan oleh pengembang smelter serta kerja sama pengembang smelter dengan non-PLN," terang dia.
Sementara itu pihak istana negara mengklaim bahwa Presiden Joko Widodo juga tak main-main menggarap sektor EBT dengan perhatian utama Pembangkit Listrik Tenaga Sampah. Pada kurun 2019-2022, 12 PLTSa ditargetkan hadir di 12 kota yang menghasilkan listrik hingga 234 MW dari sekitar 16.000 ton sampah per hari.
"Kalau anda lihat rapat terbatas yang paling banyak sejak 2014 itu, ratas (membahas) sampah (PLTSa). EBT itu luar biasa," kata Koordinator Staf Khusus Presiden RI Ari Dwipayana pada diskusi Sinergi Komunikasi Sektor ESDM di Yogyakarta, Jumat (24/1).
Sedangkan untuk pengembangan EBT lainnya, Pemerintah berhasil menarik investor untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung pertama di Cirata, Jawa Barat berkapasitas 145 MW.
Hal lain yang jadi fokus Jokowi adalah implementasi program mandatori pemanfaatan B30 terhitung sejak 1 Januari 2020, salah satunya dalam rangka meningkatkan ketahanan energi nasional.
Penggunaan biofuel domestik ditargetkan mencapai 17,4 jt kilo liter hingga 2024. Dengan penggunaan mixenergi, konsumsi solar nasional diharapkan bisa dikurangi. Tahun ini pemerintah sudah menjalankan program B30, ke depan program ini direncanakan berlanjut keB40 dan B100.
Konservasi Energi Lebih lanjut menurut Menteri ESDM, di saat yang sama pemerintah juga menjalankan program konservasi energi. Program efisiensi ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi energi 368 juta SBM pada 2025. Jumlah itu setara 17% dari konsumsi energi dengan skenario bisnis seperti biasa, sebesar 2,205 juta SBM.
"Dengan upaya ini diharapkan intensitas energi nasional dapat turun sebesar 1% per tahun hingga 2025. Dengan elastisitas energi kurang dari atau sama dengan satu,” kata dia.
Ada pula penerapan sistem management energi melalui audit, pelaporan online management energi melalui POME (Pelaporan Online Manajemen Energi) dan penerapan teknologi efisien. Menurut Arifin melalui pelaksanaan management energi dengan POME pada penggunaan energi diatas 6.000 ton oil equivalent tahun 2019 didapat penghematan energi sebesar 13,8 T watthour.
Jumlah tersebut setara dengan 8,1 juta barel minyak dan setara penghematan 2,4 juta ton CO2. Penghematan itu setara dengan membangun pembangkit sebesar 1,7 gigawatt atau penghematan biaya energi setara Rp15,4 triliun.
Selain itu sebagai tindak lanjut konservasi energi, pemerintah akan merevisi peraturan pemerintah No.70/2009. Yaitu tentang konservasi energi yang mencakup pemberian payung hukum usaha jasa konservasi energi dan memperluas cakupan perusahaan wajib manajemen energi, pelaksanaan survei dan audit energi cara intensif.
Revisi juga menyoroti soal pengembangan kebijakan insentif dan disinsentif pengembangan pembiayaan model efisiensi energi untuk ESCO dan KPBU serta program pengawasan konservasi energi. (Bernadette Aderi)