Pembahasan Progress Smelter Freeport Bakal Berjalan Alot
Pembahasan perhitungan kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) tembaga PT Freeport Indonesia bakal menjadi pembahasan alot terkait perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga. Freeport dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki parameter berbeda dalam melihat progres pembangunan smelter.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan progres smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur belum signifikan. Belum jauh berbeda dengan hasil evaluasi di Februari kemarin sebesar 14%. "Progres smelter-nya sekitar 14 sekian persen," kata Bambang di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Freeport membangun smelter berkapasitas 2 juta ton konsentrat di Gresik, Jawa Timur. Investasi proyek tersebut mencapai US$ 2,1 miliar. Kemajuan pembangunan smelter menjadi tolak ukur pemberian perpanjangan izin ekspor dan besaran bea keluar yang dikenakan.
Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Adapun perhitungan kemajuan smelter berdasarkan persentase besaran serapan biaya pembangunan yang dibuktikan dengan bukti pengeluaran biaya serta diaudit oleh akuntan publik.
Namun dalam pasal 10 ayat 3 disebutkan apabila pembangunan smelter tidak mencapai minimal 60 persen dari target yang dihitung secara kumulatif maka perpanjangan rekomendasi izin ekspor diberikan dengan tingkat kemajuan pembangunan smelter dinilai sama dengan capaian pada periode sebelumnya.
Izin ekspor konsentrat Freeport bakal berakhir 8 Agustus nanti. Merujuk pada Permen ESDM 5/2016 maka Freeport bisa mendapatkan perpanjangan izin ekspor dengan bea keluar tetap sama dengan periode izin ekspor sebelumnya sebesar 5 persen. "Kalau progres smelter 14 persen ya bea keluarnya tetap sama 5 persen," ujar Bambang.
Pemerintah memang memberi izin ekspor selama 6 bulan dan bisa diperpanjang untuk enam bulan berikutnya. Pembatasan izin ekspor itu bertujuan agar pembangunan smelter tepat waktu.
Bambang mengungkapkan pihaknya sedang mengevaluasi kelengkapan persyaratan Freeport untuk mendapatkan perpanjangan izin ekspor. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu sudah mengajukan permohonan perpanjangan izin ekspor sebelum libur Hari Raya Idul Fitri kemarin. "Kami masih evaluasi (permohonan Freeport)," ujarnya.
Berdasarkan catatan Investor Daily, perhitungan Freeport terkait progres smelter termasuk komitmen atau kontrak kegiatan proyek. Sebagai contoh pada Januari lalu Freeport memasukkan kontrak Engineering and Procument dengan Chiyoda senilai US$ 927 juta. Namun Kementerian ESDM tidak menghitung hal tersebut sebagai kemajuan pembangunan smelter. (ID/Red)
Sumber : JurnalJakarta.com