Pembangkit dan Beban Harus Sejalan Agar Sistem Listrik Stabil
Jakarta: Manajer Program Transformasi Energi IESR Jannata Giwangkara menilai pemadaman (blackout) yang terjadi selama hampir 30 jam kemarin salah satunya disebabkan karena tidak singkronnya pembangkit dan beban sehingga menyebabkan sistem kelistrikan tidak stabil.
Jannata mengatakan agar sistem kelistrikan stabil, pembangkit dan beban harus sepadan sehingga menghasilkan frekuensi yang imbang hingga sampai ke konsumen. Namun yang terjadi di Indonesia, khususnya di sistem kelistrikan Jawa-Bali, pembangkit kebanyakan berada di bagian timur sementara beban paling banyak di bagian barat.
Banyaknya pembangkit di sisi timur memang sejalan dengan upaya pemerintah yang ingin membangun industri di timur misalnya smelter. Namun industri belum berkembang, pembangkit sudah terlebih dahulu terbangun sehingga terjadi kelebihan suplai. Sebaliknya di sisi barat pembangkit yang terbangun tidak secapat pertumbuhan industri yang pesat.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Sehingga untuk menunggu pembangkit ini selesai listrik yang dari timur itu dialirkan ke barat melalui sistem transmisi 500 kV (kilo volt)," kata Jannata dalam diskusi bertajuk gelapnya tata kelola ketenagalistrikan nasional, di Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2019.
Sistem transmisi di Jawa-Bali terdiri dari empat sirkuit atau jalur, dua di sisi selatan dan dua di utara. Masing-masing sirkuit bisa mengirimkan daya listrik hingga 2.000 mega watt (MW), artinya apabila semuanya beroperasi dayanya mencapai 8.000 MW.
Pada saat kejadian gangguan, PLN memandang aktivitas di hari Minggu tidak seperti di hari kerja sehingg ada jaringan sirkuit yang diistirahatkan di bagian selatan, maka tersisa tiga sirkuit. Sirkuit di sisi utara dari timur ke barat memiliki beban 1.300 MW dan di selatan sekitar 900 MW. Secara otomatis apabila satu sistem diistirahatkan memang sistem lainnya masih mampu menopang.
Adanya hubungan singkat membuat dua sistem di utara terputus dan membuat beban di sana dialirkan ke sisi selatan yang masih tersisa satu sirkuit. Alhasil dengan daya 900 MW yang ada di selatan dan tambahan 1.300 MW dari utara membuat kapasitas daya berlebih melebihi 2.000 MW.
Dia bilang sirkuit secara otomaris bisa memproteksi diri dengan mumutus aliran apabila keberatan daya, sehingga yang terjadi arus tersebut tidak bisa dialirkan. Saat kejadian tersebut, dengan jumlah pembangkit yang tidak banyak di sisi barat akhirnya membuat aliran terputus lama.
Oleh karenanya dia menambahkan, sebagai PLN harus membenahi hitung-hitungan probabilitas terkait kegiatan operasional kelistrikan termasuk ketika adanya gangguan di jaringan.
"Ini perlu dievaluasi oleh PLN, sebab kasus black out terakhir karena layangan. Jadi benar-benar harus dievaluasi menyeluruh, terutama karena kita mengandalkan pasokan dr timur ke barat," jelas Jannata.