Pemda Papua Diminta Bentuk BUMD buat Kelola 10 Persen Saham Freeport
Liputan6.com, Jakarta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ingin Pemerintah Daerah (Pemda) Papua segera membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ini sebagai kepanjangan tangan pemda memegang 10 persen saham di Freeport Indonesia.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan, saat ini Pemda Papua belum membentuk BUMD yang akan mengelola 10 persen saham Freeport Indonesia, yang menjadi bagian dari pelepasan saham (divestasi) 51 persen.
"Cuma BUMD-nya pun belum ditunjuk nanti kan itu pakai perda, makanya kita menunggu," kata Fajar, di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (26/11/2018).
Menurut Fajar, tidak ada pihak swasta yang masuk dalam 51 persen saham. Adapun Indocoper Investama akan menjadi milik nasional setelah divestasi saham Freeport Indonesia menjadi 51 persen diselesaikan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
"Begitu sudah di tandatangani pengambilalihannya, Indocopper memang dimiliki full oleh kita ngga ada orang lain lagi," tutur dia.
Dia menjelaskan, Indocopper saat ini 100 persen dimiliki Freeport McMorat Inc dengan porsi saham Freeport Indonesia 9,36 persen. Setelah 51 persen saham Freeport Indonesia dimiliki pihak nasional, maka saham Indocopper terbagi 60 persen dimiliki Inalum dan 40 persen Pemda Papua setara dengan 10 persen saham Pemda Papua dalam porsi 51 persen saham nasional.
"Jadi 40 persen di Indocoper itu kemudian sama dengan 10 persen, bagaiman acaranya Pemprov sama kabupaten harus punya 10 persen di Freeport Indonesia, jadi Inalum sekian, Inalum melalui indocoper sekian, jadi totalnya 51,2 persen," tandas dia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menunggu penyelesaian masalah lingkungan PT Freeport Indonesia, untuk memberikan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, Freeport Indonesia belum menyelesaikan masalah lingkungan yang menjadi pembahasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini pun akan dibahas bersama untuk menyelesaikannya. "Belum, nanti akan kita bicarakan bersama," kata Bambang, di Jakarta, Sabtu (24/11/2018).
Bambang menuturkan, penyelesaian masalah lingkungan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi, agar status IUPK Freeport diterbitkan.
Sedangkan syarat lain adalah pelepasan saham menjadi 51 persen, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam 5 tahun dan stabilitas investasi.
"Ya penyelesaian semua sekaligus, kan divestasi smelter 5 tahun, lingkungan, IUPK penerimaan negara lebih baik," tutur dia.
Bambang mengungkapkan, selain menyelesaikan masalah lingkungan, saat ini syarat yang belum terpenuhi sehingga IUPK belum diterbitkan adalah pelepasan saham Freeport Indonesia menjadi 51 persen kepada pihak nasional.
"Ada divestasi belum selesai. Tinggal nunggu lingkungan sama pembayaran divestasi," ujar dia.