Pemerintah Disarankan Ubah Kebijakan Hilirisasi Mineral
Jakarta - Centre For Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) menyarankan pemerintah untuk mengubah kebijakan hilirisasi mineral. Selama ini, hilirisasi lebih fokus pada pengolahan dan pemurnian mineral dengan pembangunan smelter.
Direktur Cirrus, Budi Santoso, mengatakan, kebijakan hilirisasi mineral hanya dipaketkan antara tambang dengan smelter. Alhasil, ketika harga komoditas melemah mempengaruhi proyek pembangunan smelter.
"Pemerintah sebaiknya mengubah kebijakan hilirisasi. Smelter lebih baik dipaketkan dengan industri hilirnya," kata Budi di Jakarta, Rabu (14/9).
Budi menuturkan, paket smelter dan industri hilir membuat kebijakan mineral lebih komprehensif. Dia mencontohkan, industri kabel dan pipa tembaga mendapat pasokan dari smelter tembaga. Dengan begitu rantai peningkatan nilai tambah menjadi jelas. Artiannya Kementerian Perindustrian (Kemperin) turut dilibatkan dalam menjalankan amanat Undang-Undang Mineral dan Batubara.
"Smelter resiko besar, tambang resiko besar. Kalo digabung bisa tidak ekonomis. Kalau dipaket dengan industri maka resiko busa terbayar dengan added value di industri hilirnya," ujarnya.
Dikatakannya, pemerintah harus melihat permasalahan pembangunan smelter tidak hanya dari sisi kewajiban pengusaha. Tetapi juga dari sisi kebijakan pemerintah apakah cukup kondusif atau tidak. Menurutnya, merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tidak cukup lantaran tidak boleh melampaui ketentuan Undang-undang (UU) Minerba.
"Membuat Perppu memang bisa menjadi jalan pintas tetapi tidak menyelesaikan masalah yang di hadapi oleh pengusaha. Karena undang-undangnya masih banyak yang perlu direvisi," ujarnya.