a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Pemerintah Mau Utak-atik Regulasi Tangani Limbah Smelter

Pemerintah Mau Utak-atik Regulasi Tangani Limbah Smelter
Jakarta - Pemerintah tengah mencari cara untuk mengoptimalkan penggunaan limbah padat (slag) dari nikel. Sebab, limbah smelter tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pada dasarnya limbah nikel tidak mengandung racun sehingga bisa dimanfaatkan. Pihaknya pun mengatakan akan menyesuaikan regulasi yang sudah ada.

"Tadi saya sudah bilang, mengenai slag nanti tinggal regulasi disesuaikan. Artinya slag bisa dijadikan bahan baku untuk dimanfaatkan, karena kalau bicara slag nikel tidak ada kandungan toxic-nya," ujarnya usai rapat di Kementerian Koordinartor Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (16/8/2019).

Baca juga: Darmin Panggil Airlangga Bahas Pengolahan Limbah Smelter

Dia menerangkan, dari 1 ton tanah kandungan nikelnya hanya 1,7 kg. Sisanya, jadi limbah yang tidak digunakan.

"Kalau bicara nikel dalam 1 ton tanah, kandungan nikel 1,7 kg, kalau 1,7 kg sudah diekstraksi jadi feronikel atau nickel pig iron sisanya kan tinggal tanah. Tanah kan tidak ada toxic-nya," ujarnya.

"Tinggal limbah ini dimanfaatkan untuk apa, kita rinci aja untuk semen, klinker, bahan bangunan sandblasting, teknisnya aja," sambungnya.

Baca juga: Pemerintah Putar Otak Tangani Limbah Smelter

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan selama ini perlakuan limbah nikel dipukul rata dengan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) lainnya karena volumenya yang besar.

"Kita review lagi, penanganan dan pengelolaannya mungkin nanti kita lihat. Karena selama ini limbah B3 dianggap toxic ada cara-cara khusus. Untuk slag nikel dan limbah yang termasuk B3 spesifik khusus kebanyakan karena jumlahnya banyak maka dia masuk limbah B3. Saya dapat arahan coba dicari jangan disamakan limbah B3 yang lain, yang toxic," paparnya.

Terkait hal itu, pihaknya mengatakan tak perlu ada aturan baru. Namun, perlu didetailkan saja soal pemanfaatannya.

"Peraturan paling Peraturan Menteri LHK soal pemanfaatan. Didetailkan lagi," tutupnya.