Pemerintah Melanjutkan Proyek Energi Berkeadilan di Setahun Jokowi-Ma'ruf
Jakarta: Kebijakan energi berkeadilan tetap menjadi perhatian utama agar masyarakat Indonesia mempunyai akses yang sama terhadap energi. Hal tersebut tertuang dalam laporan setahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Mengutip publikasi laporan tersebut, Selasa, 20 Oktober 2020, pemerintah terus mengupayakan untuk mewujudkan mimpi Indonesia menuju energi berkeadilan. Di sektor minyak dan gas bumi (migas), tidak lagi dipandang sebagai komoditas saja. Migas menjadi lokomotif pembangunan.
Kilang-kilang minyak diperbaharui dengan program Refinery Development Master Program (RDMP) dan dibangun baru atau Grass Root Refinery (GRR) melalui PT Pertamina (Persero) sebagai kepanjangan tangan pemerintah.
Gas bumi bagi industri dalam negeri dan pemanfaatan sumber daya alam baru dan terbarukan juga terus dioptimalkan. Mimpi besar keadilan pada akses energi bagi rakyat diwujudkan dengan menjadikan migas bukan sebagai barang mewah bagi masyarakat pedalaman dan terisolir. Juga masyarakat berpendapatan rendah mendapatkan akses yang sama.
Presiden Jokowi bahkan berani mengambil risiko untuk menurunkan harga gas bumi demi meningkatkan daya saing global bagi tujuh kelompok industri serta kelistrikan. Meskipun, penurunan harga gas ini berdampak pada pengurangan jatah pemerintah dalam bentuk pendapatan negara.
"Kita kalah terus, produk-produk kita (kalah bersaing) gara-gara harga gas kita yang mahal," kata Presiden dalam rapat terbatas awal 2020.
Gas bumi memiliki porsi sangat besar pada struktur biaya produksi. Keputusan menurunkan harga gas diklaim langsung berpengaruh pada daya saing produk industri Indonesia di pasar dunia.
Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM, pemerintah juga telah melakukan mandatory atau kewajiban produksi biodiesel dengan pencampuran solar dan FAME sebesar 30 persen (B30). Produksi biodiesel tahun ini ditargetkan sebesar 10 juta kiloliter (KL). Hingga saat ini realisasinya 4,36 juta KL.
Dalam mewujudkan energi berkeadilan, rasio elektrifikasi yang telah tercapai sebesar 99,09 persen. Artinya 99,09 persen rumah tangga telah merasakan akses setrum. Kemudian, dalam memberikan kesetaraan harga, pemerintah juga telah mewujudkan SPBU BBM satu harga di 174 titik. Pemberian konverter kit bagi nelayan dan petani mencapai 61.859 paket dan pemasangan lampu surya sebanyak 110.668.
Di sisi lain, Indonesia juga bertekad untuk menjadi pemain utama dalam pengembangan energi masa depan berbasis listrik. Tren dunia otomotif mengalami perubahan besar dengan hadirnya kendaraan listrik.
Tentu Indonesia tidak ingin hanya menjadi konsumen. Apalagi Indonesia memiliki sumber daya yang menjadi komponen utama dalam pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai yakni nikel. Oleh karenanya ekosistemnya pun disiapkan pemerintah dalam mengembangkan EV battery.
Sejalan dengan tren penggunaan kendaraan listrik yang meningkat dan diklaim bisa mereduksi polusi udara, percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) hingga pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) makin didorong. Targetnya, pada 2025 penggunaan EBT bisa mencapai 23 persen.