Pemerintah Minta Freeport Bangun Smelter Dekat Lokasi Tambang
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta PT Freeport Indonesia dan holding BUMN Tambang PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dekat lokasi tambang.
Hal itu diungkap oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dalam kunjungannya ke tambang emas Grasberg yang dikelola Freeport di Timika, Papua Barat, pada Minggu (28/7) kemarin.
"Ini merupakan program Pak Presiden (Joko Widodo), bagaimana masyarakat di desa dan dekat lokasi tambang itu bisa mendapatkan benefit sebesar-besarnya dari pertumbuhan ekonomi," ujar Rini dalam keterangan resmi, dikutip Senin (29/7).
Rini mengungkapkan pemberdayaan masyarakat di wilayah pertambangan menjadi tugas berat bersama antara pemerintah dan perusahaan.
Lihat juga: Revisi UU Minerba, ESDM Usul Ada Insentif Hilirisasi Tambang Sementara, sambung ia, banyak daerah-daerah yang tidak berkembang setelah tambang tidak lagi berkembang.
Dengan membangun smelter di lokasi dekat tambang, Rini berharap perekonomian masyarakat yang berada di dekat lokasi tambang bisa terkerek.
Rini mengingatkan operasional tambang Freeport harus mampu mengerek kemampuan masyarakat Papua Barat, khususnya di wilayah Mimika. Sebab, 94 persen pendapatan asli di wilayah Mimika berasal dari tambang emas tersebut.
"Ini tanggung jawab bersama Freeport dan Inalum. Jadi kami sudah harus meningkatkan program-program untuk masyarakat sehingga masyarakat Mimika dan sekitar tambang bisa menjadi mandiri jika sudah tidak ada Freeport lagi," ujarnya.
Lihat juga: Jonan Soal Mobil Listrik: Ada yang Pro, Ada yang Melawan Sebagai informasi, Freeport saat ini tengah melaksanakan proyek pembangunan smelter keduanya di Indonesia. Hingga akhir Februari, progresnya baru 2,51 persen dan ditargetkan meningkat menjadi 3,28 persen pada Agustus 2019.
Rencananya, smelter dengan kapasitas 2 juta ton itu akan dibangun di Gresik, Jawa Timur. Proyek tersebut diperkirakan memakan investasi senilai US$2,8 miliar. Ditargetkan, proyek tersebut rampung dalam 2,5 tahun sehingga paling lambat akan beroperasi pada 2023.