JAKARTA–Pemerintah akan mengambil tindakan tegas pada PT Freeport Indonesia jika tak memenuhi komitmennya dalam menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamuji menjelaskan, jika Freeport tak juga melaporkan progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter), maka rekomendasi ekspor yang sebelumnya telah diberikan akan dicabut.
Pemerintah sebelumnya memberikan izin ekspor sementara konsentrat kepada Freeport selama delapan bulan yang berlaku pada 10 Februari hingga 10 Oktober 2017. Dalam rekomendasi izin ekspor sementara tersebut, Freeport mendapatkan jatah kuota ekspor konsentrat sebesar 1.113.000 ton.
“Soal sanksi, ada wacana dari Kemenkumham, untuk bisa mendorong setiap perkembangan (pembangunan smelter) enam bulanan, nanti perizinan ini akan dijadikan alat sanksi apakah dibekukan atau dicabut,” ujar Teguh, Rabu (26/7).
Direktur Pembinaan Pengusaha Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengatakan, tim verifikator independen akan mengevaluasi kemajuan smelter setiap enam bulan sekali.
Menurut dia, sanksi akan diberikan jika dalam enam bulan progres smelter tidak mencapai 90 persen dari rencana kerja. Sebelumnya, Freeport mulai berkomitmen membangun smelter sejak 2014 lalu di Gresik, Jawa Timur.
“Evaluasi progres smelter berdasarkan komitmen, Kementerian ESDM dapat merekomendasikan cabut izin ekspornya apabila dalam enam bulan ini progresnya tidak mencapai 90 persen,” ujar Bambang.
Negosiasi Masih Berlangsung
Secara keseluruhan, Teguh mengatakan, saat ini pemerintah dan Freeport masih dalam tahap perundingan mengenai kelanjutan operasi PT Freeport Indonesia pasca terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun dijadwalkan akan melakukan rapat koordinasi pekan depan untuk membahas stabilitas investasi dan kewajiban divestasi sebesar 51 persen yang akan menjadi kewenangan Kementerian Keuangan.
Dalam perkembangan negosiasi, kedua lembaga yakni Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan pun saling membagi tugas. Tanggung jawab operasional serta pembangunan smelter akan menjadi tanggung jawab Jonan, sedangkan pertanggungjawaban stabilitas investasi dan divestasi saham berada di tangan Sri Mulyani.
Teguh menegaskan, keabsahan kegiatan operasional Freeport pasca tahun 2021 akan berlaku apabila perjanjian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) secara resmi ditandatangani. Apabila Freeport sepakat untuk menandatangani IUPK, maka perusahaan emas tersebut berhak mengajukan perpanjangan dua kali 10 tahun sebagaimana diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2017.
“Tentunya IUPK sampai sekarang belum, tapi itu yang akan jadi dasar hukum,” terang Teguh. cnn