JAKARTA, RADARBANGSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan penyempurnaan regulasi baru untuk Harga Patokan Mineral (HPM) mampu mendorong tumbuhnya pasar nikel domestik dan memastikan penjualan bijih nikel sesuai dengan harga pasar.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Rida Mulyana mengatakan, penerbitan HPM yang baru ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan penambang nikel maupun pelaku usaha smelter.
"(Tugas pemerintah) bagaimana mencari kesimbangan atau keadilan harga antara keuntungan untuk smelter dan menjamin aktivitas penambangan nikel dapat memberikan margin yang cukup bagi para penambang," jelas Rida saat konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin 20 Juli 2020.
Dalam beleid tersebut, sambung Rida, Pemerintah telah menetapkan HPM di bawah harga internasional guna meningkatkan keekonomian smelter.
"HPM ini harga bit stocknya harga smelter. Makin rendah tentu saja smelter makin ekonomis. Ini kita tetapkan selalu di harga pasar internasional," jelasnya.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM Yunus Saefulhak memberikan gambaran atas penetapan HPM di bawah harga internasional.
"Misalnya kalau harga di internasional sebesar USD60 (per Wet Metrik Ton), di kita (Indonesia) paling USS30 (per WMT)," jelas Yunus.
Kendati demikian, penetapan HPM akan tetap berada di bawah Harga Pokok Produksi (mining cost) atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi atau menambang biji nikel. Formula HPM sendiri ditetapkan oleh Menteri ESDM yang terdiri dari nilai/kadar mineral logam; konstanta atau corektif faktor; Harga Mineral Acuan (HMA); biaya treatment cost dan refining charges (TC/RC) dan/atau payable metal.
Pemerintah menilai keberadaan beleid HPM akan mencitptakan iklim investasi yang kondusif untuk smelter maupun penanmbang.
"HPM ini dalam rangka membuat tata niaga dalam subsektor minerba yang berkeadilan, kompetitif, dan transparan kepada para pelaku usaha penambang maupun smelter," ungkap Yunus.