Metrotvnews.com, Jakarta: Pemerintah tidak akan menerbitkan peraturan terkait stabilitas investasi seiring proses negosiasi perpanjangan kontrak dengan PT Freeport Indonesia.
Menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, para menteri terkait masih membahas persoalan perpajakan, royalti, dan retribusi daerah yang kelak dipungut dari perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia, termasuk Freeport.
"Tidak ada (aturan) dibuat khusus untuk Freeport, (aturan) berlaku umum. Tidak ada PP Stabilitas Investasi. Tidak tahu nanti apa namanya. (PP) ini kan istilah saja," kata Jonan seusai halalbihalal di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Rabu 5 Juli 2017.
Jonan memastikan, apabila nanti pembahasan peraturan itu sudah selesai, tidak hanya berlaku untuk Freeport, tetapi untuk seluruh perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia.
"Pemerintah tidak akan mengistimewakan Freeport dengan mengeluarkan sebuah aturan khusus hanya untuk memuluskan negosiasi," ujar Jonan.
Dalam rapat di Kemenkeu Selasa 4 Juli, lanjut Jonan, para menteri terkait tidak membahas perpanjangan kontrak Freeport, tetapi khusus tentang perpajakan, retribusi daerah, dan royalti atas perubahan kerja sama pemerintah Indonesia dengan Freeport dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Baca: Sri Mulyani Kukuh Terapkan Sistem Pajak Prevailing pada Freeport
Meskipun demikian, Jonan menampik sinyalemen yang beredar soal adanya kesepakatan terkait besaran sistem pajak prevailing. Dia berharap kesepakatan besaran pajak baru tuntas Juli ini. "Saya bilang kalau bisa selesai lebih cepat (sebelum Oktober) lebih baik. Perundingannya tidak sulit amat."
Wakil Presiden Direktur Freeport Tony Wenas mengakui PP Stabilitas Investasi diperlukan sebagai pendukung dari empat hal yang kini tengah didiskusikan pihaknya bersama pemerintah.
"Kesepakatan perlu didukung regulasi yang tepat. Freeport berkomitmen untuk membangun smelter seperti yang diminta pemerintah ketika seluruh komponen mencapai titik temu. Kami juga berharap secepat mungkin kalau bisa kurang kenapa harus dua bulan, tetapi tergantung proses perundingan itu," ungkap Tony.
Juru bicara Freeport Riza Pratama mengakui adanya karyawan yang mogok kerja dan dirumahkan sehingga mengurangi operasional Freeport dalam beberapa waktu terakhir. Akan tetapi, dia memastikan proses produksi masih dalam taraf normal.
"Ya, tidak optimal hanya masih bisa beroperasi dengan normal," tutur Riza.
Sebelumnya, Selasa 4 Juli, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah bertekad mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dalam pengaturan kontrak kerja sama dengan Freeport.
"Kami sudah melihat paket perundingan dengan Freeport. Kami ingin mendapat manfaat yang maksimal," tandas Sri Mulyani seusai mengikuti rapat dengan sejumlah menteri di Kemenkeu. (Media Indonesia)