Penanganan Limbah Buruk, Masyarakat Sekitar Smelter Dibayangi “Kematian”
BANTAENG, RAKYATSULSEL.CO – Kurang lebih 200 Kepala Keluarga (KK) do Dusun Mawang, Desa Papanloe, Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng harus terus menikmati limbah PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia.
Dusun Mawang berbatasan langsung dengan pagar Pabrik smelter PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia di Bantaeng. Smelter ini diresmikan Sabtu, 26 Januari 2019, oleh Nurdin Abdullah, Gubernur Sulawesi Selatan yang juga mantan Bupati Bantaeng dua periode.
Kepala Dusun Mawang, Sulaiman yang ditemui mengaku semenjak beroperasinya pabrik Smelter, dia setiap hari harus menikmati debu dan suara bising pabrik.
“Masyarakat kami setiap harinya harus menikmati debu dan kebisingan pabrik,” kata dia beberapa waktu yang lalu.
Saat ditanya apakah warganya ada yang sakit, dia menjelaskan semenjak beroperasinya pabrik ini, berbagai gejala sakit aneh mulai berdatangan.
“Banyak mi yang sakit – sakitan. Pihak Smelter, Karaeng Rita juga pernah datang, dia bilang kalau sakit yang masyarakat terima bukan karena Smelter, masyarakat akan dituntut balik,” katanya menirukan ucapan pihak Smelter.
Dia juga pernah dijanji oleh pihak pabrik untuk diberikan ganti rugi maupun fasilitas kesehatan, namun sampai satu tahun janji ini tak kunjung direalisasikan.
Salah satu warga, Dahlan mengatakan, ketika angin datang membawa debu, masyarakat mau tidak mau harus menikmati debu.
“Kalau angin datang, pasti banyak debu ikut. Kalau sakit, sekarang mulai mi banyak. Batuk, sesak nafas, apalagi kalau anak kecil, rentan sekali sakit. Tanaman juga mulai bermasalah, banyak gagal panen,” kata dia.
Masyarakat Mawang juga bercerita, pernah ada warga sekitar pabrik yang meninggal karena muntah darah. Pihak Smelter datang mengancam mereka untuk tidak melakukan visum apalagi untuk mencari penyebab kematian.
Aktivis Aliansi Mahasiswa Bantaeng Bersatu (Ambar), Ardiansyah mengatakan, di Dusun Mawang terbukti pabrik Smelter sangat meresahkan masyarakat.
“Ini adalah tindaklanjut aksi kami kemarin di Kantor Gubernur Sulsel. PT Huadi untuk sementara waktu harus ditutup untuk lantaran melabrak banyak regulasi,” kata dia, Rabu (18/9).
Masyarakat di Dusun Mawang setiap harinya harus menikmati debu limbah slag yang kini juga berbau. Selain itu, getaran pabrik juga menjadi keluhan masyarakat.
“Kita dapat melihat, jarak tumpukan limbah slag hanya sepuluh meter dari rumah warga. Dalam Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) jarak sebuah Smelter dari pemukiman minimal 1 Kilometer,” terangnya.
Ketua Umum Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng (HPMB) ini juga mempertanyakan Dinas Lingkungan Hidup Bantaeng terkait tindak lanjut hasil pertemuan pada hari Rabu tanggal 21 November 2018 di BLHD Sulsel.
“Hari ini kita melihat ada salah satu dinas di Butta Toa yang tidak bekerja sesuai tupoksinya dan tidak mengindahkan hasil pertemuan itu sebab sampai hari ini perusahaan PT Titan masih berproses. Bukan hanya itu ada beberapa dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan yang kemudian kami menduga dinas lingkungan hidup tidak mengetahui itu atau bisa saja menutup mata akan hal itu,” kata dia.
Sebelumnya Ardiansyah pernah melakukan demonstrasi bersama dengan puluhan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Ambar di kantor Gubernur Sulsel mendesak BLHD untuk menindaklanjuti hasil pertemuan itu.
“Dalam waktu dekat ini kami akan melakukan aksi di Bantaeng sisa menunggu waktu yang tepat saja,” kata dia. (*)