Pengamat Minta Pemerintah Hentikan Berunding dengan Freeport
JAKARTA - Surat Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc, Richard Adkerson kepada Sekretaris Jenderal Menteri Keuangan terkait penolakan proses divestasi saham Freeport kembali menuai polemik.
"Hubungan pemerintah dengan Freeport kembali memanas, padahal sebulan lalu sudah ada kesepakatan final antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia," kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bakhtiar di Jakarta, Minggu (1/10/2017).
Dia justru mempertanyakan hal ini tidak sesuai dengan apa yang pernah disampaikan pemerintah melalui Menteri ESDM pada 29 Agustus 2017 bahwa dari hasil perundingan pemerintah dengan Freeport sudah ada hasil kesepakatan final, di antaranya kesepakatan divestasi 51% saham PT Freeport.
"Adanya surat penolakan Freeport ini berarti apa yang disampaikan pemerintah saat itu tidak benar," imbuhnya.
Bisman mewanti-wanti agar pemerintah tidak perlu lagi bermanis-manis dan berlama-lama berunding dengan Freeport. Pasalnya, sudah terbukti Freeport sulit diajak berunding dan kemungkinan juga tidak menjalankan hasil kesepakatan, apalagi patuh pada hukum Indonesia. Contohnya, ketentuan kewajiban membangun smelter yang sampai saat ini juga tidak dilaksanakan.
Sementara terkait divestasi, dia juga mengingatkan pemerintah bahwa divestasi dari sudut pandang kepentingan nasional seolah-olah sangat nasionalis dan merupakan 'kemenenangan' pemerintah Indonesia.
Faktanya tidak demikian. Sebab, kata Bisman, divestasi juga harus dipertimbangkan dari sisi bisnis yang mempunyai potensi untung juga risiko kerugian.
"Perlu menjadi perhatian divestasi ini adalah membeli saham yang artinya pemerintah Indonesia atau BUMN akan mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membeli saham PT Freeport," tegasnya.