Percepat Larangan Ekspor Nikel, Pemerintah Diapresiasi
RMOLSumsel. Mulai 1 Januari 2020, Indonesia tidak lagi mengekspor bijih nikel. Karena Pemerintah Indonesia mempercepat pelarangan itu, yang dinilai merupakan momentum tepat karena kebutuhan pasar domestik.
Anggota DPR Maman Abdurrahman mengatakan percepatan pelarangan ekspor nikel tersebut dilakukan untuk kebutuhan pasar domestik. Pasalnya, saat ini pemerintah memang sedang menggalakkan hilirisasi industri di minerba, terutama nikel yang rencananya akan diolah menjadi bahan jadi dan bernilai tambah terutama untuk baterai lithium mobil listrik.
Saat ini sektor hilir sangat dibutuhkan, harapannya nikel mampu diolah dan didistribusi dengan nilai yang sangat tinggi. Tinggal perangkatnya sudah disiapkan atau belum. Kita harus ambil momentum kebutuhan domestik yang besar, apalagi kalau nanti sudah dibangun smelter," ujar Maman seperti diberitakan JPNN.Com, Sabtu (5/10).
Politikus Golkar ini kemudian meminta kedua belah pihak, yakni pemerintah dan pengusaha nikel untuk berkomitmen kepaada asas dan aturan. Pemerintah kata dia harus memiliki kepastian hukum yang lebih jelas, sedangkan pelaku usaha harus komitmen setelah mendapatkan kuota ekspor.
Wajar jika pelaku usaha jadi ngamuk dengan percepatan larangan ekspor ini, mereka pasti sudah punya business plan hingga 2022. Tapi saya rasa mereka bisa mengikuti asal kepastian hukumnya jelas dari pemerintah,” tuturnya.
Beberapa pelaku usaha juga masih bandel, diberikan kepercayaan kuota ekspor, tapi tidak ada progress-nya. Kalau begitu terus, lebih baik disetop saja. Mari mulai sekarang kita taat asas dan taat aturan," imbuhnya.
Sementara Kepala Subdirektorat Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral, Andri Budhiman Firmanto menuturkan Indonesia memang memiliki kesempatan besar untuk mengambil momentum ini. Pasalnya, 40 persen dari total biaya manufaktur mobil listrik berasal dari baterai dan Indonesia merupakan salah satu negara yang punya bahan baku terbaik di dunia untuk memproduksi baterai lithium ion.
Berdasarkan kajian, 40 persen dari total biaya manufaktur mobil listrik berasal dari baterai,” tandas Andri. [ida]