Permen ESDM tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split Berlaku Untuk Kontrak Baru
JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Peraturan Menteri ESDM No. 52 tahun 2017 tentang Perubahan atas Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split berlaku untuk kontrak baru. Penataan regulasi ini dilakukan untuk meningkatkan iklim investasi hulu migas dan berlaku sejak diundangkan pada tanggal 27 Agustus 2017.
“Minggu lalu sudah diaktifkan (aturan ini), berlaku efektif setelah diundangkan. Berlaku gross split (kontrak baru) ke depan. Yang lama akan tetap menggunakan gross split yang sebelum revisi Permen ini,” ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar seperti dilansir dari laman Kementerian ESDM akhir pekan kemarin.
Dengan demikian, Blok ONWJ yang dioperatori Pertamina Hulu Energi, tetap menggunakan aturan Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017. Kontrak kerja sama Blok ONWJ berlaku mulai 19 Januari 2017 sampai dengan 18 Januari 2037.
Peraturan Menteri ESDM No. 52 tahun 2017 tentang Perubahan atas Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, menurut Wamen, bersifat final. Tidak ada revisi lagi. Diharapkan perubahan aturan yang didukung berbagai pihak ini, antara lain IPA dan World Bank, dapat menarik investor. “Dan (semoga) kita, Pemerintah dan Kontraktor bisa mendapatkan hasil yang optimal nantinya,” tambah Arcandra.
Revisi Permen Gross Split memuat 8 poin penting, diantaranya komponen progresif kumulatif produksi migas, komponen progresif harga minyak, komponen progresif harga gas bumi, komponen variabel status lapangan, komponen variabel tahapan produksi, komponen variabel kandungan hidrogen-sufrida (H2S), komponen variabel ketersediaan infrastruktur dan diskresi pemerintah.
Poin perubahan pertama, tertuang pada pasal 6 (ayat 4 dan 4a) bahwa bagi hasil komponen progresif yaitu dari produksi migas. Jika produksi migas secara kumulatif di bawah 30 Million Barrels of Oil Equivalent (MMBOE), kontraktor akan mendapat bagi hasil (split) 10%. Pada Permen sebelumnya, apabila produksi migas kurang dari 1 MMBOE, kontraktor mendapat tambahan split 5%.
Poin perubahan kedua, yaitu pemberian insentif untuk pengembangan lapangan kedua dan pemberian insentif lebih tinggi apabila lapangan tidak mencapai keekonomian tertentu.
Melalui Permen baru ini, Pemerintah menstimulus para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas melalui pemberian insentif tambahan split sebesar 3% jika KKKS melakukan pengembangan lapangan migas yang kedua dalam blok migas yang sama (Plan of Development/POD II).
Pada Permen sebelumnya, tambahan split sebesar 5% hanya untuk pengembangan lapangan pertama (POD I), sedangkan POD II tidak diberikan. Dengan demikian, KKKS akan termotivasi untuk melakukan pencarian cadangan migas tambahan dalam blok migas yang telah berproduksi dari lapangan migas pertama.
Perubahan poin ketiga adalah penyesuaian split yang diakibatkan komponen progresif harga minyak dan gas bumi yang tercantum pada pasal 9. Pada harga minyak, penyesuaian split kontraktor didasarkan pada formula (85-ICP) x 0,25%, dengan contoh perhitungan apabila harga minyak dibawah US$ 40 penyesuaian split kontraktor menjadi 11,25%, di Permen sebelumnya hanya 7,5%.
Selanjutnya poin keempat, adanya tambahan komponen progresif harga gas yang belum diatur pada permen sebelumnya. Formula yang ditetapkan untuk harga gas di bawah US$ 7/mmbtu (million british thermal unit), maka penyesuaian split ke kontraktor adalah (7-harga gas)x2,5%, sedangkan untuk harga gas di atas US$ 10/mmbtu maka penyesuaian split ke kontraktor adalah (10-harga gas)x2,5%.
Sebagai contoh, untuk harga gas US$ 5/mmbtu, maka kontraktor akan mendapatkan split 5%, sedangkan apabila US$ 6/mmbtu maka split ke kontraktor hanya sebesar 2,5%. Penyesuaian split tersebut dilaksanakan setiap bulan berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh SKK Migas.
Poin perubahan kelima adalah komponen variabel fase produksi. Pada Permen ini, besaran split pada tahapan produksi sekunder sebesar 6%, sebelumnya hanya 3%.
Kemudian, pada tahap tersier, besaran split mencapai 10% dari sebelumnya hanya 5%. Pada tahap ini produksi minyak menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR).
Poin keenam, perubahan terletak pada komponen variabel kandungan hidrogen-sufrida (H2S). Apabila suatu lapangan migas terdapat kandungan H2s yang tinggi, maka akan diberikan tambahan split. Misal, untuk lapangan migas yang memiliki kandungan H2S dibawah 100 part per million (ppm), maka kontraktor tidak mendapatkan split, sedangkan apabila kandungan H2Snya melebihi 4000 ppm kontraktor mendapatkan split sebesar 5%.
Poin ketujuh, perubahan tambahan split untuk wilayah kerja yang sama sekali belum tersedia infrastruktur penunjang Minyak dan Gas Bumi (new frontier), dibagi menjadi lokasi new frontier offshore mendapatkan split 2% sedangkan untuk new frontier offshore sebesar 4%. Sebelumnya tidak ada pembedaan onshore dan offshore.
Dan poin perubahan terakhir atau yang kedelapan adalah mengenai diskresi Menteri ESDM yang dapat memberikan tambahan atau pengurangan split yang didasarkan pada aspek komersialitas lapangan. Pada aturan sebelumnya, Menteri ESDM hanya dapat memberikan tambahan split maksimal 5%.
Untuk diketahui, Permen ESDM Nomor 52 Tahun 2017 tidak mengubah komponen dasar bagi hasil (base split). Besaran bagi hasil awal untuk minyak bumi yang menjadi bagian negara sebesar 57%, sisanya 43% untuk kontraktor. Sedangkan bagian negara dari gas bumi sebesar 52% dan sisanya sebesar 48% menjadi hak kontraktor.