Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Haris Munandar mengatakan, penurunan daya beli masyarakat dan banyaknya aturan yang tidak mendukung membuat pertumbuhan industri kuartal II melambat menjadi 4%. Meski begitu, target pertumbuhan industri nasional yang berkisar 5,2-5,4% tahun ini tidak akan direvisi.
Dia menegaskan, yang harus direvisi adalah aturan yang menghambat, terutama yang berkaitan dengan kemudahan impor bahan baku. Tarif impor yang dinilai memberatkan bagi industri seharusnya bisa dihapus.
“Nanti dilihat lagi lebih dalam, sektor mana saja yang membutuhkan perubahan aturan karena banyaknya hambatan. Masih ada industri yang naik, tapi yang turun juga banyak. Jadi, tidak semua sektor turun secara merata. Misalnya di TPT, subsektor pakaian jadi pertumbuhannya masih bagus,” kata Haris.
Hal senada dikatakan Ade. Di industri tekstil dan produk tekstil (TPT), di sektor menengah dan hulu yang produknya dipasarkan di dalam negeri memang menurun. Namun di sektor hulu tidak terganggu.
“Sektor hilir TPT tidak terganggu, karena berorientasi ekspor. Sedangkan yang menengah hingga hulu menurun karena daya beli di dalam negeri turun, akibat ditariknya subsidi BBM dan listrik sekitar Rp 500 triliun sejak 2015, yang mengubah prioritas pembelian masyarakat,” tuturnya.