Pernyataan Kepala BKPM Dinilai Bikin Galau Penambang Nikel Lokal
Inisiatifnews – Ketua Dewan Pembina Institute for Democracy, Security and Strategic Studies, Letjen TNI (Purn) Bambang Darmono merasa keinginan Presiden Joko Widodo mengentaskan masalah defisit neraca perdagangan tak sejalan dengan pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Moda (BKPM), Bahlil Lahadalia.
Ia mengatakan bahwa statemen Kepala BKPM di Kabinet Indonesia Maju itu melarangan ekspor nikel ore alias bijih nikel kadar 1,7% tidak masuk akal dan minim kajian mendalam. Kondisi ini dikatakan Bambang membuat para penambang nikel lokal merasa resah.
“BKPM yang mengeluarkan larangan ekspor nikel ore 1,7% mulai tanggal 29 Oktober 2019 secara lisan serta tanpa disertai pertimbangan dan alasan yang dapat dipahami,” kata Bambang dalam keterangannya, Kamis (21/11/2019).
Kemudian ia juga mengatakan bahwa larangan ekspor hasil tambang barang mentah tersebut adalah hasil diskusi dengan beberapa perwakilan penambang nikel. Hanya saja, Bambang meragukan jika apa yang disampaikan Bahlil Lahadalia itu mewakili mayoritas penambang nikel lokal.
“Pernyataan ini sendiri adalah keputusan diskusi antara Kepala BKPM, Bahlil dengan pengusaha nikel pada tanggal 28 Oktober 2019. Benarkah mereka mewakili penambang nikel?,” ujarnya.
Ia berharap agar polemik tentang persoalan ini dapat segera disikapi dengan serius oleh Presiden Joko Widodo. Bambang berharap agar ada kepastian hukum bagi para penambang nikel lokal untuk bisa survive menjalankan bisnisnya.
“Apabila fenomena kisruh kebijakan nikel ini benar, inkonsistensi terhadap kebijakan Pemerintah terus terjadi. Suka tidak suka, Pemerintah harus berdiri di tengah, bijaksana dan adil,” tutur Bambang.
Selanjutnya, ia juga mengaku sangat mendukung langkah investigasi yang akan dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun ia berharap agar hasil investigasi itu dibukan kepada publik agar tetap terjaga transparansi dan akuntabilitasnya.
“Rencana KPPU akan melakukan investigasi merupakan langkah tepat dan bagus,” pungkasnya.
“Namun, hasil dan keputusan KPPU pasca investigasi harus dipatuhi semua pihak dan dijadikan bahan oleh Pemerintah untuk menyusun Tata Niaga Nikel yang transparent, accountable dan applicable. Kalau tidak isu kartel akan menguat,” imbuhnya.
Perlu diketahui sebelumnya, bahwa Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan jika ekspor barang-barang mentah sejatinya merugikan negara. Hal ini menjadi alasan pemerintah melalukan pelarangan ekspor nikel.
Sejak akhir Oktober lalu, pemerintah melakukan evaluasi soal ekspor nikel yang diduga terjadi pelanggaran. Hasilnya 11 perusahaan dievaluasi, 9 diantaranya dinyatakan bisa kembali melakukan ekspor.
“KPK sudah masuk dan ini kalau dibiarkan terlalu banyak boss. Alternatif terbaik ini (pelarangan) yang kita lakukan dan tidak ada yang dirugikan. Sekarang baru naik (harga nikel) karena kita tutup,” kata Bahlil, Senin (19/11).
Ia juga menyatakan bahwa siapapun perusahaan yang tidak bisa kembali melakukan ekspor barangnya akan dibeli smelter lokal dengan harga US$ 30 per metrik ton.
Menurut Bahlil penetapan harga tersebut sudah sesuai standar. Pasalnya harga realnya US$ 32 per metrik ton.
“Setelah untuk jatah ini itu realnya jadi US$ 29 – 30 per metrik ton,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan bahwa demi meningkatkan nilai tambah, nikel harus diolah di dalam negeri, sehingga ekspor tidak dilakukan dalam kondisi barang mentah.
“Kalau nggak setuju mereka nggak cinta negara. Makanya yang memenuhi syarat monggo (ekspor lagi). Kenapa 9 tanyakan pada tim tekhnis” tegasnya. []