Perusahaan Baterai Mulai Produksi pada 2021, Indonesia Siap Masuki Era Elektrifikasi?
Faktor utama dalam pengembangan sebuah kendaraan berbasis listrik terletak pada baterai. Cita-cita pemangku kepentingan ialah berakselerasi mewujudkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama. Kementerian Perindustrian mengaku mendorong percepatan itu. Tak sedikit investor menanam modal di sektor elektrifikasi. Bahkan salah satu produsen siap komersialkan jenis lithium ion pada 2021.
"Teknologi baterai untuk kendaraan listrik merupakan kunci penting bagi Indonesia agar menjadi pemain utama di sektor electric vehicle yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, investasi dalam pengembangan baterai kendaran listrik menjadi sebuah hal yang perlu terus kami dorong," ungkap Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Putu Juli Ardika di Jakarta.
Untuk sektor refinery bahan baku baterai kendaraan listrik, Putu mengemukakan, Kemenperin telah menerima berbagai komitmen investasi. Di Morowali, Sulawesi Tengah misalnya. PT QMB New Energy Minerals tanam modal sebesar US$ 700 juta. Lalu PT Halmahera Persada Lygend juga menggelontorkan dana Rp 14,8 triliun di Halmahera, Maluku Utara.
Selanjutnya, untuk produksi baterai cell lithium ion, terdapat penanaman modal Rp 207,5 miliar. Angka itu dikucurkan oleh PT International Chemical Industry. Perusahaan berencana produksi 25 juta buah baterai cell lithium ion. Atau setara dengan 256 MWh saban tahun. "Mereka itu mulai masuk tahap praproduksi komersial pada akhir 2020. Kemudian siap melakukan tahap produksi massal pada 2021," imbuh Direktur IMATAP.
Baca juga: Investasi US$ 700 Juta, Pabrik Baterai Kendaraan Listrik Resmi Dibangun di Sulawesi
Putu menyampaikan, Indonesia memiliki ketersediaan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Khususnya dalam menciptakan kemandirian pengembangan baterai kendaraan listrik. Untuk memproduksi baterai penyokong kendaraan elektrik, dibutuhkan bahan baku dengan jumlah mencukupi. Contohnya nikel dan kobalt. Selain itu, ia menilai industri kendaraan listrik mulai berkembang. Juga memiliki fondasi pasar di dalam negeri hingga potensi ekspor. Kongsi Perusahaan Pelat Merah
Demi mewujudkan itu semua. Pemerintah telah membentuk tim untuk mendorong dan mengakselerasi keterlibatan industri dalam negeri. Tujuannya supaya dapat mengembangkan baterai kendaraan listrik. Kelompok itu terdiri dari perusahaan BUMN di sektor tambang dan energi. Amsal Mind.id, PT Antam, PT PLN dan PT Pertamina. "Nah khusus Mind.Id dan Antam bakal fokus ke raw material dan refinery. Sedangkan PLN dan Pertamina nanti mengurusi sektor hilirnya," Putu menjelaskan.
Kemenperin mengaku terus menjalin koordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan. Salah satunya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terkait pengembangan baterai kendaraan listrik. Adapun isu pokok yang dibahas adalah daur ulang lithium ion bekas menjadi bahan baku dalam memproduksi baterai baru.
"Melalui berbagai kajian, baterai lithium ion dapat didaur ulang dan hasilnya 100 persen tidak ada yang terbuang. Sehingga tidak menghasilkan limbah B3. Hal ini tentu sangat penting dalam menyokong produksi bahan baku baterai yang ada di berbagai wilayah. Seperti di Morowali dan Maluku Utara. Untuk itu kami terus berkoordinasi dengan KLHK terkait upaya daur ulang baterai kendaraan elektrik yang aman bagi lingkungan," klaimnya.
Aspek ekonomi dan lingkungan harus dapat berjalan beriringan kala pengembangan teknologi baterai kendaraan listrik. Makanya, ia beranggapan, berbagai invovasi teknologi dapat berdampak positif terhadap industri dan masyarakat. Namun tanpa mengesampingkan kelestarian lingkungan hidup. "Pada prinsipnya kemajuan teknologi di sektor otomotif melalui pengembangan baterai kendaraan listrik tetap harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Jadi efeknya dapat dirasakan. Baik dalam memajukan sektor ekonomi maupun industri," pungkas dia. (Alx/Tom)