Praktik transfer kuota batubara cukup pakai surat ESDM
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktik transfer kuota batubara untuk memenuhi kewajiban suplai dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) tidak pakai payung hukum baru. Nantinya, para perusahaan pertambangan batubara yang melaksanakan itu hanya perlu surat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saja.
Selanjutnya, bagi perusahaan pertambangan yang wajib melaksanakan DMO 25% namun spesifikasi batubaranya tidak sesuai dengan pembangkit milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bisa melakukan transfer kuota dengan skema bussines to bussines (B to B) dengan perusahaan yang lainnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia membenarkan mengenai transfer kuota batubara ini, pemerintah menginginkan dilaksanaka secara B to B.
"Itu termasuk harganya diserahkan ke pembeli dan penjual, dan hasilnya dilaporkan setiap bulan ke Kementerian ESDM dgn melampirkan bukti pengiriman dan atau penerimaan ke pengguna akhir atau PLN," terangnya kepada Kontan.co.id, Rabu (20/6).
Namun keputusan pemerintah ini masih dianggap belum final. Maka dari itu, kata Hendra, untuk posisi pemerintah yang menginginkan B to B itu, Hendra bilang akan mengundang anggota APBI untuk membahas kembali hal itu dalam rapat. Khususnya berkenaan dengan harga.
"Karena sepertinya dengan B to B harga batubaran dalam transfer kuota ini tidak ada patokannya," ungkapnya.
Berkenaan dengan payung hukumnya, pihaknya belum mengetahui persisnya seperti apa. Kemungkinan kata Hendra, praktik transfer kuota nanti cukup dilaksanakan hanya dengan berdasarkan surat dari Menteri ESDM kepada pelaku usaha.
"Jadi untuk yang ini perlu diklarifikasi lebih lanjut ke ESDM," tandasnya.
Asal tahu saja, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018, persentase DMO minimal 25% diwajibkan untuk para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah memasuki tahap operasi produksi.
Bagi perusahaan yang tidak memenuhi persentase minimal DMO tersebut, akan dikenakan sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun depan. Selain itu, pengurangan kuota ekspor akan dikenakan sesuai jumlah DMO yang tidak terpenuhi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, memang tidak semua perusahaan memiliki kemampuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri.
Pasalnya, spesifikasi yang dimiliki masing-masing perusahaan dan yang dibutuhkan industri maupun pembangkit listrik belum tentu sama. Makanya Bambang mengatakan praktik transfer kuota tersebut diserahkan kepada perusahaan sesuai kebutuhan masing-masing. Lantaran sifatnya B to B.
"Tidak usah pake aturan. Pokoknya B to B," tandasnya.