Meski Vietnam membebaskan bea masuk baja, tapi produsen baja dalam negeri masih enggan memasuki pasar negara itu karena kalah bersaing dengan China.
Jika impor dari Indonesia, jarak yang ditempuh terlalu jauh. Menurut dia, baja dari Indonesia saat ini masih sulit meningkatkan kapasitas ekspor ke negara lain. Kontribusi penjualan ekspor GDS hanya 7 persen dari total penjualan. Padahal awal tahun perusahaan yang ada di Margomulyo itu menargetkan meningkatkan kontribusi ekspor di angka 20 persen. “Sejumlah negara mengeluarkan pembatasan impor baja, seperti Meksiko, Taiwan, Australia, India, maupun Thailand,” tutur Direktur PT GDS Tbk Hadi Sutjipto, Jumat (26/8).
Jumlah ini naik dibanding dengan tahun sebelumnya senilai US$42.000 atau sebesar 16 ton. Kemendag pun mencatat kontribusi impor produk certain semi-finished and finished products of alloy and non-alloy steel ke Vietnam dari Indonesia masih di bawah 3 persen dari total volume impor baja Vietnam. Lebih jauh Hadi menambahkan, penjualan GDS saat ini terbesar dari sektor konstruksi sebesar 45 persen dan galangan kapal mencapai 15 persen.
Disusul Cina 20 persen, Amerika, Jepang, Australia, dan Selandia Baru. Perseroan juga tengah menjajal pasar baru, yakni di Timur Tengah. Meski memperbesar pasar ekspor, pihaknya tetap mencari peluang di pasar domestik. “Tapi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan plastik untuk kemasan fleksibel masih akan meningkat seperti kemasan plastik untuk bungkus kopi dan produk-produk makanan ringan lainnya,” ujarnya. (mt/ok)