Produksi Bijih Timah Kuartal I/2019 , TIMAH Melonjak 389% dibanding Periode sama Tahun 2018
Pada Periode Januari-Maret 2019, PT Timah Tbk memproduksi bijih timah sekitar 21.600 ton Stannum (Sn). Jumlah ini meningkat 389% dibandingkan periode sama pada 2018. Seiring kenaikan produksi, pendapatan Timah juga meningkat.
Direktur Keuangan Timah Emil Ermindra menyampaikan, kenaikan produksi ini lantaran Timah juga menampung hasil produksi dari tambang rakyat.
Sementara untuk produksi logam, emiten berkode saham TINS ini mencatatkan volume sekitar 16.300 metrik ton logam atau rata-rata mencapai 5.400 metrik ton per bulan, nilai ini melonjak 304% dari pencapaian produksi pada kuartal pertama tahun lalu.
Emil optimistis rencana pemenuhan pangsa pasar Indonesia dalam ekspor timah dunia sebesar 60.000 metrik ton bakal tercapai. Sedangkan untuk total volume penjualan ekspor logam timah periode Januari hingga Maret 2019 sekitar 12.590 metrik ton tumbuh 217% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Emil menjelaskan harga jual rata-rata logam timah US$ 21.500 per metrik ton atau masih relatif sama dengan harga raga-rata di tahun yang lalu.
Seiring dengan meningkatnya produksi bijih timah, produksi logam timah, dan penjualan ekspor hal ini juga meningkatkan pendapatan TINS pada kuartal I tahun ini yakni menjadi Rp 4,27 triliun. Jumlah ini naik 110,34% dari periode sama tahun lalu Rp 2,03 triliun. “Dari perhitungan sendiri laporan rugi laba atau non audited kami berhasil mencapai laba bersih usaha kira-kira sebesar Rp 300 miliar,” ujarnya pada Kontan.co.id, Jumat (19/4).
Secara keseluruhan, TINS membidik laba bersih Rp 1,2 triliun pada 2019. Emil optimistis akan mencapai target itu dengan memanfaatkan situasi penertiban penambangan ilegal.
Berdasarkan RKAP, pada tahun ini TINS menargetkan perolehan bijih timah mencapai 38.600 ton Sn dengan target produksi logam sebesar 38.010 metrik ton, serta penjualan logam timah sebesar 38.010 metrik ton. Namun, lantaran adanya penertiban penambang ilegal, pada tahun ini TINS mengerek target penjualan ekspor sebesar 60.000 ton.
Guna menjalankan operasional usaha, TINS menganggarkan belanja Rp 2,3 triliun untuk tahun ini. “Kami tetap konsisten melanjutkan untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas operasi produksi,” imbuh Emil.
Nah baru-baru ini, Timah mendapatkan pinjaman total sebesar Rp 3,8 triliun dari dua bank besar yakni Bank Mandiri dan MUFG. Pinjaman ini akan digunakan untuk memaksimalkan pertumbuhan kinerja produsen tembaga tersebut tahun ini.
Nantinya dana itu akan digunakan untuk menunjang kinerja TINS agar dapat menampung bijih timah dari pertambangan rakyat. Tujuannya untuk dapat menjaga perputaran roda perekonomian daerah.
Sebagai informasi, dampak program penertiban tambang ilegal yang dilakukan pemerintah melalui kepolisian, membuat smelter swasta tidak dapat membeli bijih timah hasil pertambangan rakyat yang bukan dari IUP milik mereka. TINS bekerja sama dengan beberapa smelter swasta besar untuk produksi crude tin.
“Kami butuh dana tambahan biaya produksi karena hasil bijih timah tambang rakyat umumnya masih kotor dengan kadar SN rendah. Kami masih harus kami cuci dan tingkatkan kadar Sn agar bisa dijadikan logam dengan kualitas dan tingkat recovery yang tinggi sesuai persyaratan perdagangan internasional yang ada,” kata Emil.