Putusan Arcandra Perpanjang Izin Ekspor Freeport Dinilai Tidak Sah
JAKARTA - Arcandra Tahar hanya menduduki posisi Menteri ESDM selama 20 hari. Namun diwaktu yang singkat itu, Arcandra telah mengambil keputusan yang cukup berarti yakni perpanjangan izin ekspor konsentrat untuk PT Freeport Indonesia.
Ketua Komite Pertimbangan Organisasi Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Gunawan, mengatakan keputusan tersebut merupakan langkah strategis. Karena menurut Undang-Undang Minerba dilarang ekspor bahan tambang mentah dan kewajiban perusahaan tambang termasuk Freeport Indonesia mendirikan smelter (industri pengolahan dan pemurnian). "Jadi meskipun hanya sebentar menjabat Menteri ESDM, Arcandra memiliki peran strategis memuluskan jalan izin ekspor konsentrat," tuturnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/8/2016). Gunawan memandang, keputusan perpanjangan izin ekspor konsentrat untuk Freeport Indonesia tidak sah.
Sebab selain melanggar UU Minerba, posisi Arcandra sebagai menteri juga dianggap tidak sah karena memiliki kewarganegaraan ganda yang juga melanggar undang-undang yang berlaku. "Jadi izin baru ekspor konsentrat untuk PTFI haruslah dipandang tidak sah. Selain hal tersebut di atas kontrak karya PTFI harus segera disesuaikan dengan UU Minerba, penyesuaiannya itulah yang disebut renegosiasi," tuturnya. Menurutnya secara undang seharusnya Freeport Indonesia menyelesaikan dulu renegoisasi kontrak karya.
Di mana salah satu syarat di dalamnya Freeport Indonesia harus membangun smelter terlebih dahulu. Sementara Ketua Eksekutif IHCS Ridwan Darmawan menambahkan, jika dilihat secara hukum, orang yang berkewarganegaraan ganda tidak berhak menjadi atau diangkat sebagai menteri sesuai UU kementerian Negara. "Maka otomatis posisi menteri ESDM 20 hari terakhir sesuai masa tugas Archandra harus dianggap kosong.
Sehingga semua kebijakan-kebijakan terutama kebijakan strategis harus dianggap tidak pernah ada. Minimal dilakukan kembali review kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Archandra," kata Ridwan.