RI Sanggup Ekspor Baterai Kendaraan Listrik ke Seluruh Dunia
Jakarta - Baterai merupakan komponen pendukung utama di sistem kendaraan listrik. Jadi tidak mengherankan jika harga komponen ini bisa mencapai 60 - 70 persen dari total ongkos produksi sebuah mobil listrik.
Maka itu, jika ingin harga mobil listrik kompetitif, satu-satunya cara adalah memproduksi baterai secara mandiri. Hal ini pula yang akan dilakukan pemerintah Indonesia sesuai mandat Perpres No 55 Tahun 2019 yang bakal mengatur percepatan kendaraan listrik berbasis baterai.
"Mengenai lithium baterai, hampir 80 persen material dari baterai lithium ada di Indonesia. Jadi sekarang perusahaan seperti LG dan Panasonic, itu juga ingin membuat baterai di sini," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, di Monas, Jakarta, belum lama ini.
Dengan bahan baku melimpah, ongkos produksi baterai mobil listrik di Indonesia bisa jadi lebih murah.
"Membuat baterai itu lebih murah di Indonesia, bahan lebih bagus. Kemudian cost bisa di satu tempat, jadi lebih murah. Kalau ini bisa menjadi satu sistem. Dan kita bisa jadi global player," lanjut Luhut.
Untuk memenuhi komitmen itu, menurut Luhut pemerintah sudah mengumumkan bahwa mulai tanggal 1 Januari tidak ada lagi ada ekspor raw material nikel dan low grade.
"Karena dengan itu kita bisa ekstrak nanti kobaltnya. Kita akan atur produsen-produsen kecil, supaya bisa diakomodasi dengan harga yang diatur oleh pemerintah sehingga tidak dirugikan, tapi dengan catatan tidak boleh ekspor lagi. Karena kalau diekspor, nanti orang bikin lithium ionnya di luar negeri," jelasnya.
"Nah dari sini, saya pikir kita bisa jadi global player. Kita juga bisa ekspor ke Australia, ASEAN, bisa juga ke Afrika. Jadi market bisa 2 miliar penduduk. Bisa dibayangkan luar biasa besar," ujarnya.